Andaikan semua agama sama, maka tidak akan ada perbedaan. Andaikan semua agama itu benar, maka tidak perlu ada klaim kebenaran. Andaikan semua agama itu menyembah Tuhan yang sama, maka tidak
perlu ada pertumpahan darah atas nama agama. Andaikan semua agama itu menuju ke jalan yang
sama, maka tidak perlu
ada kitab suci yang berbeda. Tetapi
faktanya memang berbeda, perbedaan menjadi sunnahNya, dan justru
dengan berbedalah keindahan muncul.
Pertanyaannya,
kenapa harus ada paksaan
untuk disamakan dan diseragamkan?
Dewasa ini
banyak fenomena yang menjurus ke arah usaha penyeragaman ini dan menolak perbedaan. Dengan alasan perdamaian dunia,
perbedaan berusaha dihapuskan. Karena menurut para penggagasnya, seluruh agama
akarnya satu, yakni dari sang pencipta, sehingga mereka berdalih: “Kenapa harus
berbeda? Perbedaan adalah sumber konflik dan hal ini
sangat berbahaya!”. Tetapi, apabila kita mau berpikir lebih dalam lagi (berfilsafat),
kita akan menemukan bahwa masing-masing
agama memang berbeda dan telah
digariskan olehNya.
Berdasar keniscayaan perbedaan ini, tentu kita tidak
bisa mendefinisikan atau membuat
pernyataan yang cuma berdasarkan logika dan hawa
nafsu belaka. Kebenaran muncul dari yang membuat kebenaran itu
sendiri, yakni Tuhan sang pencipta, Allah
Swt. Karena kalau kebenaran
diserahkan kepada masing-masing manusia, maka yang muncul bukan kebenaran, tapi
pembenaran. Selain itu, penyeragaman pemahaman agama akan memiskinkan makna keberagamaan dan melanggengkan salah
persepsi antar umat
beragama.
Sobat, agama kita
bagi sebagian kalangan dianggap sensitif. karena alasan sensitifnya ini bagi sebagian kalangan membicarakan agama secara vulgar di tempat
umum dianggap tabu dan tidak pada tempatnya. Ambil kasus
sebuah telorensi beragama misalnya, akan dianggap tabu jika kita menanyakan kepada
teman status agama mereka dalam
forum umum. Pertanyaan “Apa agama anda?”
bagi sebagian kalangan dianggap arogan atau sok beragama, bisa juga pertanyaan itu
dianggap pertanyaaan
dengan nada sentimen dengan tendensi SARA
dan macam-macam pikiran lainnya.
Kenapa? Karena kita terbiasa menabukan
hal tersebut. Dianggap bahwa agama adalah urusan masing-masing individu. tidak boleh ada individu lain yang mempertanyakan dan
mempersoalkan status agama seseorang. Alasannya, kita menjunjung kebersamaan.
Jadi jangan heran pula kalau kemudian muncul
istilah toleransi, anak bangsa, dialog lintas agama dan iman, dan lain
sejenisnya untuk mengkampanyekan tentang pentingnya persamaan. Padahal dua hal ini jelas sangat berbeda jauh karena dasarnya juga berbeda.
Jadi apa yang mau disamakan? Semoga kita bisa memahaminya.
Jalaluddin Rakhmat –biasa dipanggil Kang
Jalal, dalam bukunya Psikologi Agama, 2003, menyebut bahwa agama
adalah kenyataan terdekat dan misteri terjauh. Begitu dekat bermakna ia senantiasa hadir dalam kehidupan
kita sehari-hari—di rumah, kantor, media, pasar, di mana saja. Begitu misterius karena
ia menampakkan wajah-wajah yang sering tampak berlawanan. Di satu sisi agama bias memotivasi
kekerasan tanpa belas kasihan, di sisi
lain agama adalah pengabdian tanpa
batas yang mengilhami pencarian ilmu tertinggi atau
menyuburkan takhayul dan superstisi (ketakhayulan). Misteri agama
menciptakan gerakan massa paling kolosal atau menyingkap misteri ruhani paling
personal; memekikkan perang paling keji atau menebarkan kedamaian paling
hakiki.
Oleh sebab itu, misteri agama bisa mengakibatkan seseorang merasa bingung dengan
agama, kemudian mulai menghindarinya dan mengajarkan
atheisme. Maka, tidak usah heran kalau Darwin, Marx dan Freud
membunuh Tuhan dan Nietzsche turun dari bukit, menyanyikan lagu Zarathusta:
Gott is gestorben (alias Tuhan sudah mati) .
Sobat muda muslim, saat ini banyak kaum muslimin
yang mulai kendor ikatannya dengan ajaran Islam, bahkan hampir-hampir ada yang sampai berusaha melawan setiap ajaran yang ada dalam
Islam, juga banyak yang berupaya menyamakan Islam dengan agama yang lain, maka penulis merasa perlu untuk menjelaskan (semoga
saja mencerahkan), tentang masalah ini. Penulis
ingin menegaskan di sini bahwa Islam adalah agama berbeda
dengan agama yang lainnya. Dalam Islam keyakinan seorang muslim tidak bisa digeser-geser
dan dipindah-pindah ke tempat lain. Iman
seorang muslim tertanam kuat di hati dan menjadi spirit kehidupan mereka.
Tidak Ada Toleransi dalam Akidah
Islam memang berbeda.
Agama Islam tidak
bisa disamakan dan disatukan dengan
agama lainnya.
Ibarat air dan minyak, maka Islam tidak
bisa dicampur dengan ajaran agama lainnya. Antara Islam dan agama yang lain akan saling
menolak dalam hal prinsip, dan akan saling
bertentangan dalam masalah akidah. Tidak ada gaya elektrostatis alias gaya
tarik-menarik dalam urusan syariat antara Islam dan agama lain.
Konsep Islam tentang Ketuhanan adalah konsepsi tauhid (ke-Esaan) dan tentu berbeda dengan agama lain,
Nasrani misalnya, mereka punya konsep trinitas. Al-Qur’an secara eksplisit menerangkan :
Segala puji bagi Allah Yang telah
menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang
yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka. (QS al-An'aam:
1)
Dalam pernyataan yang lebih jelas dan tegas, Allah Swt menyebutkan (yang
artinya): “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata:
“Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih (sendiri)
berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu” Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan
kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang
zalim itu seorang penolongpun.” (QS al-Maaidah: 72)
Dari dua ayat di atas, Allah Swt mengajarkan bahwa keyakinan seorang muslim berbeda dengan keyakinan agama lain. Oleh
sebab itu, jangan bingung apabila syariatnya juga beda. Maka, pertanyaannya
mengapa masih juga ada seseorang yang menyatakan bahwa “semua agama sama?”,
bahkan atas nama toleransi merasa diri harus terlibat dalam ritual ibadah agama orang lain; mengikuti perayaan
natal dianggap wajar, dan lain seterusnya.
Konsepsi toleransi dalam Islam berada di luar urusan keimanan
dan ibadah. Dalam hal ibadah dan akidah Allah swt telah berfirman : “Katakanlah:
“Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu
bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah
apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang
aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS al-Kaafiruun:
1-6)
Oleh: Alfi Mufidatul
Amna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar