Latar Belakang
Generasi Muda adalah kata
yang mempunyai banyak pengertian, namun dari pengertian-pengertian generasi
muda mengarah pada satu maksud yaitu kumpulan orang-orang yang masih memunyai
jiwa, semangat, dan ide yang masih segar dan dapat menjadikan Negara ini lebih
baik, orang-orang yang mempunyai pemikiran yang visioner. Bahkan revolusi suatu
bangsa itu biasanya didobrak oleh generasi mudanya, terlepas dari apakah pemuda
itu perlu digolongkan berdasarkan umur atau tidak.
Bahkan revolusi suatu bangsa itu biasanya didobrak oleh generasi mudanya. Terlepas dari apakah pemuda itu perlu digolongkan berdasarkan umur atau tidak. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Mentri Pemuda dan Olah raga Adiaksa Daud bahwa nanti akan ada pengaturan pemuda itu berdasarkan umur atau semangat.
Bahkan revolusi suatu bangsa itu biasanya didobrak oleh generasi mudanya. Terlepas dari apakah pemuda itu perlu digolongkan berdasarkan umur atau tidak. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Mentri Pemuda dan Olah raga Adiaksa Daud bahwa nanti akan ada pengaturan pemuda itu berdasarkan umur atau semangat.
Pelopor yang melakukan
langkah-langkah konkret bagi perubahan bangsa kearah yang lebih baik dan
kepekaan terhadap realita social yang ada di masyarakat, memang menjadi ciri
utama yang melekat pada pemuda tetap jika kita menyaksikan kondisi mayoritas
ummat Islam saat ini, maka terlihat bahwa sebagian besar ummat berada pada
keadaan yang sangat memprihatinkan, mereka bagaikan buih terbawa banjir, tidak
memiliki bobot dan tidak memiliki nilai. Jika dilakukan analisis secara
mendalam dari sudut pandang agama maka akan ditemukan beberapa ayat yang
menyagkut masalah pembinaan pemuda, makalah ini berusaha membahas beberapa ayat
yang menyangkut pembinaan generasi muda dengan beberapa rumusaan masala sebagai
berikut:
1.
Bagaimanakah kaitan surah an-nisa ayat 9 dengan
pembinaan generasi muda?
2.
Bagaimanakah kaitan surah an-nisa ayat 95 dengan
pembinaan generasi muda?
3.
Bagaimanakah kaitan surah at-tahrim ayat 6 dengan
pembinaan generasi muda?
4.
Bagaimanakah kaitan surah at-taghabun ayat
14-15 dengan pembinaan generasi muda?
B. PEMBAHASAN
1. Surat An-Nisaa Ayat 9
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah
mereka mengucapkan perkataan yang benar.(QS. 4:9)
Kosakata:
Anak-anak yang lemah: ضعا فا
Anak-anak yang lemah: ضعا فا
Perkataaan yang benar: وَلْيَخْشَ
Hubungan ayat sebelumnya:
Ayat tersebut masih memiliki hubungan dengan ayat-ayat sebelumnya yang
berbicara dalam konteks pemeliharaan harta anak-anak yatim. Yaitu ayat yang mengharamkan memakan harta anak yatim serta
perintah untuk menyerahkan harta tersebut apabila anak yatim itu telah dewasa,
serta larangan memakan mas kawin kaum wanita, atau menikahinya tanpa mahar.
Asbabun nuzul:
Pada suatu
waktu Rasulullah SAW datang kepada Sa'ad bin Abi Waqash yang kala itu sedang
sakit keras. Sa'ad berkata: "Wahai Rasulullah, kami seorang kaya raya yang
tidak memiliki ahli waris kecuali seorang anak perempuan. Adakah boleh aku
menyedekahkan dua pertiga dari hartaku?. "Tidak boleh", jawab
Rasulullah. Kemudian Sa'ad berkata lagi: "Adakah separuh dari harta
kekayaanku?". Jawab Rasulullah: "Tidak!". Kata Sa'ad:
"Apakah sepertiga itu sangat banyak". Kemudian Nabi SAW bersabda:
"Sesungguhnya kamu meninggalkan ahli waris dalam keadaan kaya adalah lebih
baik daripada meninggalkan ahli waris yang miskin meminta-minta kepada umat
manusia". Sehubungan dengan sabda Rasullah maka turunlah ayat ini.
Kandungan:
Allah memperingatkan kepada orang-orang yang telah mendekati akhir hayatnya
supaya mereka memikirkan, janganlah meninggalkan anak-anak atau keluarga yang
lemah terutama tentang kesejahteraan hidup mereka di kemudian hari. Untuk itu
selalulah bertakwa dan mendekatkan diri kepada Allah. Selalulah berkata lemah
lembut terutama kepada anak yatim yang menjadi tanggung jawab mereka.
Perlakukanlah mereka seperti memperlakukan anak kandung sendiri. (Dan hendaklah
bersikap waspada) maksudnya terhadap nasib anak-anak yatim (orang-orang yang
seandainya meninggalkan) artinya hampir meninggalkan (di belakang mereka)
sepeninggal mereka (keturunan yang lemah) maksudnya anak-anak yang masih
kecil-kecil (mereka khawatir terhadap nasib mereka) akan terlantar (maka
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah) mengenai urusan anak-anak yatim itu dan
hendaklah mereka lakukan terhadap anak-anak yatim itu apa yang mereka ingini
dilakukan orang terhadap anak-anak mereka sepeninggal mereka nanti (dan
hendaklah mereka ucapkan) kepada orang yang hendak meninggal (perkataan yang
benar) misalnya menyuruhnya bersedekah kurang dari sepertiga dan memberikan
selebihnya untuk para ahli waris hingga tidak membiarkan mereka dalam keadaan
sengsara dan menderita.
Selanjutnya
ayat 9 di atas menganjurkan jangan sampai meninggalkan anak-anak yatim sebagai
calon generasi muda berada dalam keadaan lemah baik fisik maupun mental. Pesan
tersebut disampaikan terutama bagi mereka yang diberikan wasiat dan menjadi
wali bagi anak-anak yatim yang masih kecil. Mereka harus berupaya memelihara
anak yatim dengan baik juga menjaga harta anak yatim yang dititipkan kepadanya.
Orang yang diberi wasiat tersebut harus pula membina akhlak anak yatim dengan
memberikan keteladanan perbuatan dan perkataan yang baik serta membiasakan
berakhlak mulia.
Hubungan dengan pendidikan:
Hubungan dengan pendidikan:
Anak yatim
adalah anak yang ditinggalkan mati ayahnya selagi ia belum mencapai umur balig.
Dalam Islam, anak yatim memiliki kedudukan tersendiri. Mereka mendapat
perhatian khusus dari Rasulullah saw. Ini tiada lain demi untuk menjaga
kelangsungan hidupnya agar jangan sampai telantar hingga menjadi orang yang
tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, banyak sekali hadis yang menyatakan
betapa mulianya orang yang mau memelihara anak yatim atau menyantuninya.
Akibat kematian
ayah atau ibunya, atau bahkan kedua-duanya, anak merasakan sebuah kekosongan
besar dalam hidupnya. Ia merasakan kekosongan dunia dari orang yang memberinya
curahan cinta dan kasih sayang dan yang memenuhi semua keperluan hidupnya,
seperti makan, minum, pakaian, dan lain. Anak yatim selalu dihantui oleh
perasaan cemas dan ketakutan. Kegelisahan selalu datang menggerogoti ketenangan
batinnya. Perasaan tidak lagi mendapatkan kasih sayang dapat berakibat buruk
pada perkembangan mentalnya.Realitas yang ada di tengah masyarakat menunjukkan
bahwa mayoritas anak yatim yang tidak mendapat perhatian yang semestinya dari
orang lain memiliki kepribadian yang labil dan sulit beradaptasi dengan
lingkungan sekitarnya. Karena itu, Islam sangat menekankan pentingnya memperhatikan
anak yatim secara khusus, lebih dari penekanannya untuk memperhatikan anak
kandung kita sendiri. Islam memerintahkan kita untuk berusaha sebisa mungkin
memenuhi semua kebutuhan materi dan jiwanya. Bahkan,ayat ini yang secara khusus
membicarakan masalah anak yatim adan bagaimana cara kita memberikannya berupa
bimbingan.
Salah satu
wujud dari perhatian terhadap anak yatim adalah dengan mendidiknya dengan baik
dan benar dan mencetaknya menjadi orang yang berguna bagi masyarakatnya di masa
yang akan datang.
Imam Amirul Mukminin Ali a.s. berkata:
Imam Amirul Mukminin Ali a.s. berkata:
ادّب اليتيم بما تؤدّب منه ولدك ...
Artinya:
Didiklah anak yatim seperti engkau mendidik anakmu sendiri.
Anak yatim yang
mendapat perhatian dan kasih sayang yang semestinya akan merasa bahagia dan
hidup dengan penuh rasa optimis. Namun bila ia tidak mendapatkan apa yang
seharusnya ia dapatkan, anak tersebut akan hidup dengan mental yang labil dan
hal itu menjadi lebih parah jika ia jatuh ke pangkuan orang yang tidak benar
yang mendidiknya secara salah dan membentuknya menjadi pribadi yang merugikan
masyarakat.
2. Surat an-Nisa ayat 95
Artinya: Tidaklah sama
antara mu'min yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur
dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan
jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya
atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah
menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang
berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar,
Kosakata:
Bersungguh-sungguh, jihad : الْمُجَاهِدِينَ
Bersungguh-sungguh, jihad : الْمُجَاهِدِينَ
Munassabah:
Hubungan ayat ini dengan ayat setelahnya ialah allah mengatakan pada ayat
95 bahwa allah akan menyukai orang-orang yang ingin berjihad di jalan Allah dan
pada ayat 96 ia kemudian menegaskan dengan FirmanNya: Allah melebihkan
orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar,
(yaitu) beberapa derajat daripada-Nya, serta ampunan dan rahmat. Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.
Asbabun nuzul:
Pada waktu Zaid bin Tsabit diperintahkan oleh Nabi SAW agar menulis ayat
yang baru diturunkan yang berbunyi: Laa yastawil-qaa'uduuna minal mukminiina
datanglah Abdillah bin Ummi Maktum seraya berkata: "wahai Rasulullah, aku
sangat cinta dan berharap untuk mengikuti jihad meluhurkan agama Allah.
Tetapi aku adalah seorang yang
beruzur (buta)".Kandungan:
Orang-orang
mukmin yang berjuang untuk membela agama Allah dengan penuh keimanan dan
keikhlasan tidaklah sama derajatnya dengan orang-orang yang enggan berbuat demikian.
Akan tetapi ayat ml mengemukakan hal tersebut adalah untuk menekankan bahwa
perbedaan derajat antara kedua golongan itu adalah sedemikian besarnya.
sehingga orang-orang yang berjihad itu pada derajat yang amal tinggi. Apabila
orang-orang yang tidak berjihad itu menyadari kerugian mereka dalam hal ini,
maka mereka akan tergugah hatinya dan berusaha untuk mencapai derajat yang
tinggi itu, dengan turut serta berjihad bersama-sama kaum mukminin lainnya.
Untuk itulah ayat ini mengemukakan perbedaan antara kedua golongan itu. Dengan
demikian maksud yang terkandung dalam ayat ini sama dengan maksud yang
dikandung dalam firman Allah pada ayat lain yang menerangkan perbedaan derajat
antara orang-orang mukmin yang berilmu pengetahuan dun orang-orang yang tidak berilmu.
Ayat ini
memberikan pengertian bahwa orang-orang yang berilmu pengetahuan itu jauh lebih
tinggi derajatnya dari pada orang-orang yang tidak berilmu. Apabila orang-orang
yang tidak berilmu diberitakan tentang kekurangan derajatnya itu, semoga tergeraklah
hati mereka untuk mencari ilmu pengetahuan dengan giat, sehingga dapat
meningkatkan derajat mereka kepada derajat yang tinggi.
Ayat ini turun pada waktu terjadinya perang Badar. Di antara kaum Muslim in ada orang-orang yang tetap tinggal di rumah, dan tidak bersedia berangkat ke medan perang. Lalu turunlah ayat ini untuk mengingatkan mereka bahwa dengan sikap yang semacam itu, mereka berada pada derajat yang rendah, dibanding dengan derajat orang-orang yang berjihad dengan penuh iman dan kesadaran.
Ayat ini turun pada waktu terjadinya perang Badar. Di antara kaum Muslim in ada orang-orang yang tetap tinggal di rumah, dan tidak bersedia berangkat ke medan perang. Lalu turunlah ayat ini untuk mengingatkan mereka bahwa dengan sikap yang semacam itu, mereka berada pada derajat yang rendah, dibanding dengan derajat orang-orang yang berjihad dengan penuh iman dan kesadaran.
Sementara itu ada pula di antara kaum muslimin yang sangat ingin untuk ikut
berjihad, akan tetapi niat dan keinginan mereka itu tidak dapat mereka
laksanakan karena mereka beruzur, misalnya: karena buta, pincang, sakit dan
sebagainya, dan merekapun tidak pula mempunyai benda untuk disumbangkan.
Orang-orang semacam itu, tidak disamakan dengan orang-orang yang enggan berjihad, melainkan disamakan dengan orang-orang yang berjihad dengan harta benda dan jiwa raga mereka Akan tetapi ayat ini menjelaskan bahwa mereka yang benar-benar berjihad dengan harta benda dan jiwa raganya itu memperoleh martabat yang lebih tinggi satu derajat dari mereka yang tidak berjihad karena `uzur. Namun golongan itu akan mendapatkan pahala dari Allah, karena iman dan niat mereka yang ikhlas.
Pada akhir ayat ini, Allah SWT menegaskan pula bahwa Dia akan memberikan pahala yang jauh lebih besar kepada mereka yang berjihad, daripada mereka yang tidak berjihad tanpa uzur. Berjuang atau berjihad "dengan harta benda" ialah: menggunakan harta benda milik sendiri untuk keperluan jihad, atau untuk keperluan orang lain yang turut berjihad, misalnya: bahan-bahan perbekalan berupa makanan, atau kendaraan. senjata dan sebagainya. Dan berjuang dengan "jiwa raga" berarti: ia rela mengorbankan miliknya yang paling berharga baginya, yaitu tenaga bahkan jiwanya, sekalipun ia menerima perbekalan dari orang lain, karena ia tidak mempunyainya.
Orang-orang semacam itu, tidak disamakan dengan orang-orang yang enggan berjihad, melainkan disamakan dengan orang-orang yang berjihad dengan harta benda dan jiwa raga mereka Akan tetapi ayat ini menjelaskan bahwa mereka yang benar-benar berjihad dengan harta benda dan jiwa raganya itu memperoleh martabat yang lebih tinggi satu derajat dari mereka yang tidak berjihad karena `uzur. Namun golongan itu akan mendapatkan pahala dari Allah, karena iman dan niat mereka yang ikhlas.
Pada akhir ayat ini, Allah SWT menegaskan pula bahwa Dia akan memberikan pahala yang jauh lebih besar kepada mereka yang berjihad, daripada mereka yang tidak berjihad tanpa uzur. Berjuang atau berjihad "dengan harta benda" ialah: menggunakan harta benda milik sendiri untuk keperluan jihad, atau untuk keperluan orang lain yang turut berjihad, misalnya: bahan-bahan perbekalan berupa makanan, atau kendaraan. senjata dan sebagainya. Dan berjuang dengan "jiwa raga" berarti: ia rela mengorbankan miliknya yang paling berharga baginya, yaitu tenaga bahkan jiwanya, sekalipun ia menerima perbekalan dari orang lain, karena ia tidak mempunyainya.
Hubungan dengan pendidikan:
Ayat ini mengetengahkan bahwa Islam sangat menghargai para pemuda yang
aktif dalam mengambil bagisn dalam hal kebaikan, menyuruh mereka agar tidak
bermalas-malasan dan berpangku tangan terhadap berbagai permasalahannya, ayat
ini menekankan bagi para pelajar agar tekun dan ulet dalam belajar serta selalu
berdo’a kepada Allah.SWT. pengaplikasian ayat ini akan melahirkan suatu pemuda
muslim yang ideal yang mana menurut Asy-Syahid Hasan Al-Banna rahimahullah
bahwa sosok pemuda Islam yang ideal minimal harus memiliki empat syarat utama,
yaitu: iman yang kokoh, keikhlasan hati, himmah atau tekad yang kuat, dan yang
terakhir memiliki strategi pelaksanaan (perencanaan) yang matang. Beliau
menegaskan bahwa bila keempat syarat tersebut dimiliki oleh para pemuda Islam,
maka amanah suci yang dilimpahkan bagi mereka akan dapat dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya yang kesemuanya itu mmbutuhkan iman dan harus memiliki
pengetahuan.
3. Surah At Tahrim ayat 6
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.(QS. 66:6)
Kosakata:
Tanpa ada udzur : غير اولى الضرر
Tanpa ada udzur : غير اولى الضرر
Bahan bakar (neraka) ,manusia dan batu : وقودها الناس والحجارة
Keras dan kasar : غلاظ شداد
Hubungan ayat sebelumnya:
Hubungan antar ayat at-Tahrim ayat 6 dan 7 adalah memerintahkan supaya
orang-orang, menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari
manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah, dan
mengajarkan kepada keluarganya supaya taat dan patuh kepada perintah Allah
untuk menyelamatkan mereka dari api neraka dan mengeluarkan satu ketegasan yang
ditujukan kepada orang-orang kafir, bahwa di hari kemudian nanti, tidak ada
lagi gunanya mereka itu mengemukakan uzur dan alasan, menginginkan satu
kehendak dan harapan Waktu dan kesempatan untuk mengemukakan uzur dan harapan
sudah lewat. Hari Kiamat
itu, hanyalah hari untuk mempertanggungjawabkan dan menerima pembalasan dari
apa yang telah dikerjakan di dunia, sebagaimana firman Allah dalam ayat.
Kandungan:
Dalam ayat ini firman Allah ditujukan kepada orang-orang yang percaya kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, yaitu memerintahkan supaya mereka, menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah, dan mengajarkan kepada keluarganya supaya taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka.
Di antara cara menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah mendirikan salat dan bersabar, sebagaimana firman Allah SWT.
Dalam ayat ini firman Allah ditujukan kepada orang-orang yang percaya kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, yaitu memerintahkan supaya mereka, menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah, dan mengajarkan kepada keluarganya supaya taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka.
Di antara cara menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah mendirikan salat dan bersabar, sebagaimana firman Allah SWT.
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu
mengerjakannya (Q.S Taha: 132).
Dan dijelaskan pula dengan firman-Nya:
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (Q.S Asy Syu'ara': 214).
Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke 6 ini turun, Umar berkata: "Wahai
Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga
kami?" Rasulullah SAW.
menjawab: "Larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya
dan perintahkanlah mereka melakukan apa yang Allah memerintahkan kepadamu
melakukannya. Begitulah caranya meluputkan mereka dari api neraka. Neraka itu
dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang pemimpinnya berjumlah sembilan
belas malaikat, mereka dikuasakan mengadakan penyiksaan di dalam neraka, tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan mereka
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan Allah.
Hubungan dengan
pendidikan:
Maksud ayat di atas yaitu : hai orang-orang yang membenarkan adanya Allah
dan Rasul-Nya hendaknya sebagian yang satu dapat menjelaskan kepada sebagian
yang lain tentang keharusan menjaga diri dari siksa api neraka dan menolaknya,
karena yang demikian itu merupakan bentuk ketaatan kepada Allah dan mengikuti
segala perintah-Nya, dan juga mengajarkan kepada keluarganya tentang perbuatan
ketaatan yang dapat memelihara dirinya dengan cara memberikan nasihat dan
pendidikan. Jelasnya ayat
tersebut merupakan perintah atau kewajiban terhadap keluarga agar mendidik
hukum-hukum agama kepada mereka.
Pengertian tentang pentingnya membina keluarga agar terhindar dari siksaan
api neraka ini tidak hanya semata-mata diartikan api neraka yang ada di akhirat
nanti melainkan termasuk pula berbagai masalah dan bencana yang menyedihkan,
merugikan, dan merusak citra pribadi seseorang. Sebuah keluarga yang anaknya
atau salah satu anggota keluarganay terlibat dalam perbuatan tercela seperti
mencuri, merampok, membunuh, menipu, berzina, meminun minuman keras, terlibat
narkoba dan sebagainya dapat menciptakan dan membawa bencana di muka bumi dan
merugikan orang yang melakukannya. Keluarga,
istri, anak, menantu, adik dan sebagainya dapat menjadi musuh dan membawa
malapetaka jika terlibat perbuatan tersebut.
4. Surat At-Thagabun ayat 14-15
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara
isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka
berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak
memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang (14). Sesungguhnya
hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allah-lah pahala
yang besar.(15)
Kosakata:
Maka berhati-hatilah : فاحذروا
Maka berhati-hatilah : فاحذروا
Memaafkan dan menyantuni (tidak memarahi) : وان تعفوا وتصفحوا
Cobaan : فتنة
Hubungan dengan ayat sebelumnya:
Poin penghubung yang paling penting dari ketiga ayat ini adalah
memerintahkan supaya manusia yang mempunyai harta, anak dan istri itu bertakwa
kepada-Nya sekuat tenaga dan kemampuannya
Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat telah ditemukan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan
suatu kaum dari ahli Mekkah yg masuk Islam, akan tetapi isteri dan anak-anaknya
menolak untuk hijrah ataupun ditinggal hijrah ke Madinah. Lama kelamaan mereka pun hijrah, sesampainya di Madinah mereka
melihat kawan-kawannya yang telah mendapat banyak pelajaran dari Nabi SAW.
Karena kemudian mereka bermaksud untuk menyiksa isteri dan anak-anaknya yang
menjadi penghalang untuk berhijrah. Maka turunlah ayat ini yang menegaskan
bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dalam riwayat lain ayat ini
turun di Madinah berkenaan dengan Auf bin Malik Al-Asyja'i yang mempunyai anak
isteri yang selalu menangisinya apabila akan pergi berperang bahkan
menghalanginya dengan berkata: "kepada siapa engkau akan titipkan kami
ini". Ia merasa kasihan kepada mereka dan tidak jadi berangkat perang.
Kandungan:
Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa ada di antara istri-istri dan
anak-anak menjadi musuh bagi suami dan orang tuanya mencegah mereka berbuat
baik yang mendekatkan mereka kepada Allah SWT, menghalang mereka beramal saleh
yang berguna bagi akhirat mereka. Bahkan adakalanya menjerumuskan mereka kepada
perbuatan maksiat, perbuatan haram yang dilarang oleh agama, sebagaimana yang
dijelaskan di dalam satu riwayat bahwa Nabi bersabda:
يأتي زما ن على أمتي يكون فيه هلاك الرجل على يد زوجته وولده يعيرانه بالفقر فيركب مراكب السوء فيهلك
Artinya: Akan datang suatu zaman kepada
umatku, seorang lelaki hancur gara-gara istri dan anaknya. Keduanya mencela dan
mengejeknya, karena kemiskinannya. Maka ia melakukan perbuatan yang jahat
(untuk menghilangkan kemiskinannya) lalu binasalah ia.
(lihat Tafsir Al Maragi hal. 129,
juz 28, jilid X).
Karena ia merasa cinta dan sayang kepada istri dan anaknya, supaya kedua
hidup mewah dan senang, ia tidak segan berbuat yang dilarang agama, seperti
korupsi dan lainnya, menyebabkan ia rusak binasa oleh karena itu, ia harus
berhati-hati, penuh kesabaran menghadapi anak istri mereka. Jangan terlalu ditekan. Sebaiknyalah mereka itu dimaafkan; tidak
dimarahi tetapi diampuni. Allah sendiri pun Maha Pengampun, lagi Maha
Penyayang, sebagaimana dijelaskan dalam ayat yang berbunyi.
ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ الْعَنَتَ مِنْكُمْ وَأَنْ تَصْبِرُوا خَيْرٌ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (25)
Artinya: Dan kesabaranmu itu lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (Q.S An Nisa': 25)
Ayat ini juga
menerangkan bahwa cinta terhadap harta dan anak adalah cobaan. Kalau kita tidak
berhati-hati, akan mendatangkan bencana. Tidak sedikit orang, karena cintanya
yang berlebihan kepada harta dan anaknya, berani berbuat yang bukan-bukan,
melanggar ketentuan agama. Dalam ayat ini harta didahulukan dari anak karena
ujian dan bencana harta itu lebih besar, sebagaimana firman Allah dalam ayat
lain.
كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى (6) أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى (7)
كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى (6) أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى (7)
Ketahuilah!
Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas karena dia melihat dirinya serba
cukup. (Q.S Al Alaq: 6-7)
Dan dijelaskan pula oleh sabda Nabi SAW:
إن لكل أمة فتنة وإن فتنة أمتي المال
Sesungguhnya bagi tiap-tiap umat ada cobaan dan sesungguhnya cobaan umatku
(yang berat) ialah harta. (H.R
Tabrani dari Ka'ab bin Iyad)
Kalau manusia itu dapat menahan diri, tidak akan berlebih cintanya kepada
harta dan anaknya, tetapi cintanya kepada Allah lebih besar daripada cintanya
kepada yang lainnya. Maka
ia akan mendapat pahala yang besar dan berlipat ganda. Perlu diketahui bahwa orang-orang yang beriman bahwa di
antara isteri dan anak-anakmu itu ada yang dapat menjadi musuh, memalingkan
kamu dari ketaatan dan kedekatanmu kepada Allah serta amal salih yang
bermanfaat di akhirat. Keadaan
tersebut terjadi sebab utamanya adalah karena isteri, anak dan anggota keluarga
tidak memiliki pendidikan terutama pendidikan agama. Untuk itulah, Allah
memerintahkan agar suami sebagai kepala keluarga memberikan pendidikan kepada
anggota keluarganya. Seperti yang dicontohkan Luqman al-Hakim ketika membina
dan memdidik anak dan keluarganya yang tertulis dalam penjelasan Q.S. Luqman
/31 : 13-19 yang memadukan dan mengintegralisasakin antara pendidikan keimanan
(Tauhid), Ibadah juga Akhlak dan kesopanan.
Hubungan dengan pendidikan:
Dalam ayat ini
tampa sangat jeas bahwa Islam mendorong masyarakat dan orangtua untuk mendidik
anak saleh dan tidak durhaka. Terkait hal ini, Nabi saw bersabda,”Allah
melaknat orangtua yang membuat anak mereka menjadi durhaka.” Beliau juga
bersabda,”Aku menasihati kalian untuk memerhatikan para pemuda, sebab hati
mereka lebih rapuh ketimbang yang lain.” Islam
mengajak generasi muda untuk memilih teman yang baik dan berakhlak mulia serta
menjauhi orang-orang yang menyimpang. Imam Ali Sajjad as berkata kepada
putranya,”Hindarilah berteman dengan pembohong, karena dia ibarat fatamorgana;
dia menjauhkan yang dekat darimu dan mendekatkan yang jauh kepadamu.”
C. PENUTUP
Kesimpulan
Pembinaan
kehidupan bagi generasi muda baik moral maupun agama menjadi suatu hal yang
sangat penting, karena generasi muda merupakan tonggak keberlangsungan suatu
bangsa dan negara. Nilai-nilai moral dan agama yang akan menjadi pengendali dan
pengaruh dalam kehidupan manusia itu adalah nilai-nilai yang masuk dan terjalin
serta terinternalisasi ke dalam pribadinya. Semakin cepat nilai-nilai itu masuk
ke dalam pembinaan pribadi, akan semakin kuat tertanamnya dan semakin besar
pengaruhnya dalam pengendalian tingkah laku dan pembentukan sikap pada
khususnya. Ajaran Islam (Al-Qur’an) amat memperhatikan pembinaan generasi muda.
Pembinaan tersebut hendaknya dilakukan melalui kegiatan pendidikan yang dimulai
dari rumah tangga atau pendidikan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata,Tafsir al-ayat at-Tarbawiyyah, 2002, PT.Raja Garfindo Persada: Jakarta.
Muhali, a. Mudjab. Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur’an Surah
Al-Baqarah – An-Nisa. 2002, PT.Raja Garfindo Persada: Jakarta
http://c.1asphost.com/sibin/Alquran_Tafsir
makalah.html+hikmah+pembinaan+generasi+muda+islam&cd=13&hl=id&ct=clnk&gl=id&source=www.google.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar