PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan mengharap selalu Ridho dan
Lindungannya-NYA untuk menuntut ilmu_NYA yang tiada habisnya dan selalu
berkembang mengikuti zaman, sehingga perkembangan manusia juga ikut sedemikian
upanya sesuai bentuk ilmu yang dikuasainya dan diitelateninya.
Dengan janji Allah pula yang
dijelaskan dalam Q.S Al-Mujadilah 58 :11 yang firman-NYA akan mengangkat
derajat manusia yang beriman dan yang
diberi ilmu pengetahuan. Artinya bahwa seiap orang yang beriman kepada-NYA dan
menuntut ilmu maka demikian pula Allah akan mengangkat derajatnya lebih tinggi
dibandingkan dengan yang lainnya.
Manusia merupakan makhluk ciptaan
Tuhan yang sempurna dengan porsi kesempurnaannya sebagai manusia, dan manusia
juga telah diberika nafsu sehingga pada akhirnya manusia membutuhkan pasangan
untuk memperbanyak keturunan yang insya Allah akan menambah pula orang-orang
yang beriman kepada-NYA.
Jauh sebelum kita maka ilmu telah
dikenal dan dicari-cari serta dikembangkan oleh orang di dunia, maka pada saat
itu pulalah dikenal yang namanya murid dan guru atau antara pendidik dengan
anak didik serta di lingkungan pesantren kita kenal dengan santri dan kyai.
Itulah kemudian yang sampai pada saat ini akan kita bahasakan dengan yang
namanya peserta didik.
Sampai pada zaman yang sekarang ini
yang boleh dikatakan lebih modern dari dulu pendidikan bias kita nikmati di
mana-mana selama kita sadar bahwa dalam perjalanan hidup seorang manusia adalah
sebuah pendidikan yang utuh dan pada hakikatnya mengenal dengan penciptanya.
Kini, lagi-lagi kita membahas masalah hubungan yang erat antara pendidik dan
anak didik. Namun, sebelum itu kita kembali mereview terlebih dahulu antara
idealnya dan realitasnya pendidikan di Indonesia.
Pendidikan di Indonesia bisa dikatakan
sudah hampir merata, artinya bahwa masih ada suatu daerah yang hingga saat ini
belum bias merasakan yang namanya pendidikan (formal). Dan walaupun demikian,
Indonesia masih ketinggalan jauh dari Negara-negara yang sudah maju dan
berkembang lebih lambat dari Indonesia. Salah satu alasannya adalah Indonesia
masih serakah dengan ilmu. Namun, tidak ada satupun yang mampu dikuasainya
secara baik dan menyeluruh.
Idealnya bahwa pendidikan saat ini
sebenarnya sudah cukup ideal namun dalam realitasnya atau dalam pelaksanaannya
masih kita temukan kesalahan-kesalahan dalam menjalankan dan mengolah system
yang sudah ada sehingga kita makin hari makin jauh ketinggalan dengan
Negara-negara lainnya.
Dalam tataran realitas pendidikan kita
masih membutuhkan banyak dukungan dari berbagai pihak yang terlibat di
dalamnya, sehingga dalam pencapaian tujuan pendidikan tersebut bias terwujud
secara maksimal.
Namun demikian, yang kita akan bahas
kali ini bukan pendidikan yang berarti kelembagaannya namun secara personalnya
saja yang artinya bahwa ada yang kita garis bawahi di sini yaitu tenaga
pendidik dan anak didiknya saja.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana kriteria pendidik dalam islam?
2.
Pendidik dan anak didik sebenarnya “sama” atau "tidak"?
3.
Mengapa harus ada pendidik?
PEMBAHASAN
A. Pengertian-Pengertian
1. Pengertian pendidik
Dari segi bahasa,
Pendidik adalah orang yang mendidik.[1]
Dalam bahasa Inggris ada beberapa pengertian pendidik, misalnya kata “teacher”
yang artinya “guru” atau “pengajar” dan “tutor” yang berarti “guru pribadi”
atau dalam arti lain “guru yang mengajar di rumah”.[2]
Selanjutnya dalam bahasa Arab kita jumpai kata “ustadz”, “mudarris”,”mu’allim”
dan “muaddib” kata “ustadz” jama;nya “asaatidz” yang berarti “teacher” atau
“guru”, “professor” (gelar Akademik), jenjang di bidang intelektual.[3]
Adapun kata “mudarris” yang berarti “pelatih” atau “instruktur” dan “lecturer”
(dosen). Selanjutnya kata mu’allim yang berarti “trainer” atau “pemandu”. Serta
kata “muaddib” yang berarti “educator” (pendidik) atau “teacher in qur’anic school”
(guru dalam pendidikan Al’Qur’an).
Semua kata di atas terhimpun dalam
kata “pendidik” yang mana kata tersebut mengacu pada makna bahwa ada seseorang
yang memberikan pengetahuan, ketrampilan, atau pengalaman kepada orang lain
sehingga dinamakan sebagai pendidik. Kenapa kemudian terlalu banyak kata yang
berarti pendidik? Artinya bahwa pendidik akan berubah namanya dalam kerja atau
ruang gerak si pendidik. Misalnya ketika mengajar di sekolah maka disebut
teacher, ketika diperguruan tinggi maka disebut lecturer, ketika mengajar pada
tempat-tempat pelatihan kegiatan maka dinamakan sebagai trainer atau
instruktur. Dan seterusnya ketika mengajar pada tempat-tempat atau
lembaga-lembaga keagamaan disebut educator.
Selanjutnya arti pendidik menurut teori
barat, pendidik dalam islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi
peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta) maupun
psikomotorik (karsa).[4]
Atau dalam pendapat yang lainnya
yang menyebutkan bahwa pendidik adalah
orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap peserta didiknya dalam
pengembangan jasmani dan rohani agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri
sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi
tugasnya sebagai Hamba dan Khalifah Allah SWT, serta mampu melakukan tugasnya
sebagai makhluk social dan sebagai makhluk individu.[5]
Dengan demiian bahwa pendidik yang
paling utama adalah orang tua kita sendiri yang paling bertanggung jawab atas
kemajuan perkembangan anak kandungnya, karena sukses tidaknya tergantung
bagaimana orang yang mengasuhnya dia bagaimana orang tua mendidiknya, dengan
artian bahwa kesuksesan anak berarti kesuksesan orang tua juga begitupun
sebaliknya. Kewajiban orang tua terhadap anaknya dijelaskan dalam Al-Qur’an
Al-Thamrin:6
“Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka”
Dalam bahasa lain pula dijelaskan
dalam pepatah bahwa “guru yang sukses
adalah guru yang mampu menciptakan anak didiknya (muridnya) melebihi dari
dirinya”. Dengan demikian kata “pendidik” secara fungsional menunjukkan
kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan,
ketrampilan, pendidikan, pengajaran, pengalaman kapan saja serta di mana saja
pendidik bisa lakukan
Adapun dalam arti istilah yang lazim
digunakan dalam masyarkat adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan anak didiknya, tanggung jawab tersebut disebabkan karena
sekurang-kurangynya dua hal yaitu pertama,
karena kodrat, karena orang tua
ditakdirkan untuk mendidik anak. Kedua, karena
kepentingan kedua orang tua, artinya bahwa orang tua berkepentingan terhadap
kemajuan perkembangan anaknya, sukses anaknya maka suksesnya orang tua juga.
2. Pengertian peserta didik dalam islam
Ada saja barangkali
pola piker yang mengatakan bahwa peserta didik adalah anak didik seperti murid
sekolah atau mahasiswa saja. Akan tetapi, yang dimaksud di sini adalah bukan
anak didik karena peserta didik cakupannya lebih luas dan melibatkan bukan
hanya anak-anak melainnkan semua orang mulai anak-anak sampai dewasa sekalipun.
Sementara anak didik dikhususkan pada anak-anak atau sifatnya individu saja.
Sama halnya dengan teori barat bahwa
peserta didik adalah individu sedang berkembang baik secara fisik, psikologis, social,
dan religious dalam mengarungi kehidupan.
Meskipun dalam ilmu Tasawuf dijelaskan
bahwa peserta didik biasanya dilekatkan pada kata “murid” yang berarti pencari
hakikat di bawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual.
Kembali dijelaskan bahwa peserta didik
sebenarnya adalah murid serta guru di sebuah sekolah atau lembaga-lembaga
pendidikan.[6]
B. Keutamaan mendidik dan menjadi peserta
didik dalam islam
1. keutamaan mendidik
Q.S Al-Taubah:122 menjelaskan “Tidak seharusnya bagi orang-orang mukmin itu
pergi semuanya (ke medan perang), Bukankah sebaiknya ada di antara mereka dari
setiap kelompok, beberapa orang pergi untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali, supaya mereka itu senantiasa bersikap waspada”.[7]
Dalam Q.S Al-Imran:187 juga dijelaskan “Dan (ingatlah) ketika Allah SWT mengambil
janji dari orang-orang yang diberi Alkitab, Hendaklah kamu menerangkan isi
kitab itu kepada manusia dan jangan kamu menyembunyikannya”.[8]
Rasul Allah juga bersabda “Barangsiapa mempelajari satu bab ilmu untuk
diajarkan kepada orang lain maka akan diberi pahala sebanyak 70 orang syiddiq”.[9]
Dalam sabdanya yang lain dijelaskan ”Dunia ini terkutuk, terkutuk pula apa yang
ada di dalamnya, kecuali dzikir kepada Allah, atau perbuatan yang menyamainya
itu, atau seorang pengajar yang sedang belajar”[10]
Lalu “Apabila seorang manusia telah meninggal
dunia maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal. Pertama, ilmu yang
terus-menerus dapat dimanfaatkan. Kedua, sedekah jariyah (manfaatnya yang dapat
dirasakan orang lain secara terus menerus). Ketiga, seorang anak sholeh yang
mendo’akan untuknya”[11]
Beserta dalam sya’ir yang Ali R.A pula
dijelaskan hakikat orang-orang yang berilmu dan menyampaikannya kepada orang
lain “Kebanggaan hanyalah layak bagi penyandang
ilmu, merekalah pemberi petunjuk bagi siapa yang tidak mengerti, nilai setiap
orang hanyalah sekedar ilmu yang dikuasainya, sedangkan orang-orang jahil
memusuhi para ahli ilmu, maka rengkuhlah ilmu agar kau “hidup” selalu
dengannya, manusia sesungguhnya pada hakekatnya adalah “orang-orang mati”
sedangkan para ahli ilmu senantiasa “hidup” abadi”
2. Keutamaan menjadi peserta didik
Sebagian dalil di atas telah
menjelaskan keutamaan menjadi peserta didik atau dengan bahasa lain adalah
menuntut ilmu, dalil-dalil di atas juga telah menjelskan betapa pentingnya
menuntut ilmu lalu mengajrkan kembali kepada orang lain. Dalam sabda Rasul
Allah juga mengatakan bahwa “tuntutlah
ilmu sejak dalam kandungan ibu sampai ke liang lahad”. Sungguh tunttan yang
sangat panjang dan tiada hentinya. Namun, kebaikan dan ganjaran bagi para
pelakunya juga setimpal dengan apa yang dilakukannya itu.
Maka terbuktilah sekarang ini bias
kita lihat dengan jelas bahwa ada banyak manusia yang menuntut ilmu. Tanpa
memandang usianya, apalagi statusnya. Mereka berlomba-lomba menimba ilmunya
Allah yang maha kaya dengan ilmu dan selalu Pemurah dalam member ilmu_NYA
kepada orang-orang yang mencarinya.
Dalam pendidikan islam juga diperhatikan
adanya tata karma atau biasanya disebut kode etik maka dalam tulisan ini juga
diikutkan ada beberapa kode etik peserta didik.
3. Kode etik peserta didik
Al-Ghazali yang dikutip oleh Fathiyah
Hasan Sulaiman,[12]
merumuskan ada sebelas kode etik peserta didik, di antaranya :
- Belajar
dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari peserta didik dituntut untuk menyucikan jiwanya dari akhlak yang
rendah dan watak yang tercela (takhalli) dan mengisi dengan akhlak yang terpuji
(tahalli).[13]
- Mengurangi
kecenderungan pada duniawi dibandingkan dengan ukhrawi, artinya belajar tidak
semata-mata untuk mendapatkan pekerjaan, tapi juga belajar ingin berjihad
melawan kebodohan demi mencapai derajat kemanusiaan yang tinggi, baik di
hadapan manusia maupun di hadapan Allah.
- Bersikap
tawadlu (rendah hati) dengan cara menanggalkan kepentingan pribadi untuk
kepentingan pendidiknya. Artinya selain cerdas juga harus bijak dalam
menggunakan kecerdasannya
- Menjaga
pikiran pertentangan yang timbul dari berbagai aliran, sehingga terfokus dan
dapat memperoleh satu kompetensi yang utuh dan mendalam dalam belajar
- Mempelajari
ilmu-ilmu yang terpuji (mahmudah) baik untuk ukhrawi maupun untuk duniawi,
serta meninggalkan ilmu-ilmu yang kurang baik (madzmumah).
- Belajar
dengan bertahap atau berjenjang dengan memulai pelajaran yang mudah (konkret)
menuju pelajaran yang sukar (abstrak)
- Belajar
ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga
peserta didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.
- Mengenal
nilai-nilai ilmiah atas pengetahuan yang yang didaptnya, sehingga mendatangkan
atau dalam memandang sebuah masalah selalu objektifitas.
- Memperioritaskan
ilmu diniyah yang terkait dengan kewajiban sebagai makhluk Allah SWT, sebelum
memasuki ilmu duniawi.
- Mengenal
nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu.
- Peserta
didik harus tunduk pada nasihat pendidik sebagaimana tunduknya orang sakit pada
dokter.
Menurut Ibn Jama’ah yang dikutip oleh
Abd Al-Amir Syams Al-Din, etka peserta didik terbagi atas tiga macam. Pertama,
Terkait dengan diri sendiri. Meliputi, membersihkan hati, memperbaiki niat atau
motivasi diri, memiliki cita-cita dan usaha yang kuat untuk sukses, zuhud
(tidak materialis), dan penuh kesederhanaan. Kedua, terkait dengan pendidik.
Meliputi, patuh dan tunduk secara utuh, memuliakan, dan menghormatinya,
senantiasa melayani kebutuhan. Ketiga, terkait dengan pelajaran. Meliputi,
berpegang teguh kepada para pendapat pendidik, senantiasa mempelajarinya tanpa
henti, memparaktikkan apa yang dipelajari dan bertahap dalam menempuh suatu
ilmu.
C. Peran pendidik
1. Perannya dalam proses belajar mengajar
a. Perannya sebagai demonstrator
Melalui peranan ini, maka pendidik
hendaknya senantiasa menguasai bahan yang akan disampaikan kepada orang lain
untuk mengembangkan dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang
dimilikinya. Namun, salah satu yang harus diperhatikan adalah bahwa seorang
pendidik harus selalu merasa dirinya sebagai pelajar, sehingga dalam pencapainnya
sebagai demonstarator bias tercapai dan hasilnya juga bisa maksimal.
b. Perannya sebagai pengelola kelas
Fungsinya adalah agar proses yang
terjadi dalam kelas bisa terarah dan teratur dikarenakan ada yang memandu dan
memimpin atau istilahnya instruktur tentang apa saja yang akan dilakukan di
dalam kelas tersebut.
Alasannya, jika lingkungan tempat kita
mencari ilmu atau member ilmu sangat berpengaruh pada hasil yang akan kita
capai. Misalnya, keadaan kelas, situasi kelas, keberadaan kelas, kebersihan kelas.
Dll.
Pendidik sebagai manajer adalah
merupakan penanggung jawab terhadap pemeliharaan kelas tersebut agar senantiasa
menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan atau membimbing proses-proses
intelektual dan social di dalam kelas. Dengan demikian pendidik bukan hanya
mengajarkan untuk terus belajar. Namun di samping itu juga mengajarkan untuk
bekerja kepada anak didiknya.
c. Perannya sebagai mediator dan fasilitator
Pendidik sebagai mediator adalah
berarti pendidik memiliki pengetahuan tentang media-media apa saja yang
diperlukan dalam sebuah kelas misalnya. Karena media pendidikan merupakan alat
komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.
Dengan perannya ini maka pendidik
sebagai perantara dalam hubungan antar manusia. Untuk itu pendidik harus
terampil menggunakan pengetahuan tentang bagaimana orang berinteraksi dan
berkomunikasi. Tujuannya agar terciptnya lingkungan yang interaktif.
Pendidik adalah sebagai fasilitator,
artinya bahwa pendidik tidak menjadi pemateri (nara sumber) saja. Namun,
pendidik juga harus bisa menjadi sebagai fasilitator. Menjadi fasilitator
cenderung memaksa dalam arti baik karena sebagai fasilitator harus bisa
mempengaruhi orang lain untuk melakukan apa yang sudah di tunjukkan. Artinya
bahwa fasilitator hanya menunjukkan jalan, cara-cara kepada anak didiknya.
Setelah itu anak didik ini merasa punya kewajiban melakukan apa yang telah di
sampaikan oleh fasilitator.
d. Perannya secara psikologis
Artinya adalah harus mampu memahami
psikologi setiap anak didiknya. Tujuannya adalah menghindari kontroversi dalam
memberikan atau menyampaikan sebuah pengetahuan kepada anak didiknya.
Bahasa ini dipermantap oleh sebuah
pepatah “perlakuan dia sebagaimana adanya dia”.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mengajar, dan belajar
itu senidiri merupakan sebuah proses belajar. Seorang mencari ilmu dengan cara
belajar sama halnya orang yang memberi ilmu juga dinamakan belajar. Jadi, yang
dimaksud di sini peserta didik adalah orang yang mencari pendidikan,
meningkatkan pendidikan, dan memberi pendidikan.
Artinya bahwa orang memberi pendidikan
bukan berarti tahu semua akan pendidikan. Tapi, orang tidak tahu sama sekali
belum tentu ia seorang peserta didik. Dua hal inilah yang menjadi landasan
penulis sehingga tersusunlah Tulsan singkat ini dengan mengambil beberapa
referensi buku.
Semoga apa yang tertuang dalam tulisan
ini dapat kita ambil manfaatnya, dan semoga apa yang kita ketahui dapat kita
aktualisasikan bersama demi terwujudnya kemerdekaan individu dan kemerdekaan
social.
DAFTAR PUSTAKA
Mujib, Abdul dan Mudzakkir, Jusuf. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Kencana
Prenada Media Group. 2008.
Basuki dan Ulum, M.Miftahul. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Ponorogo.
STAIN po Press. 2007.
Saebani, Beni Ahmad dan Akhdiyat,
Hendra. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung.
Pustaka Setia. 2009
Al-Qur’an
[1] Parwadarminto, Kamus Umum
Bahasa Indonesia (Jakarta, Balai Pustaka, 1991), 250
[2] Jhon M Echols, & Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta, Gramedia, 1980), 560
[3] Hans Wehr, A. Dictionary of
modern written Arabic (Beirut, 1974) 15.
[4] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan
Dalam Perspektif Islam, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 1992) h 74-75
[5] Suryosubrata B. Beberapa Aspe
Dasar Kependidikan, (Jakarta, Bina Aksara, 1983) 26
[6] Penulis, 2012
[7] Yang dimaksud member peringatan adalah memberikan pengajaran dan
bimbingan (mendidik)
[8] Menganjurkan untuk mengajarkan apa yang telah diberikan kepada
mereka
[9] Abu Mansur Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus, dari Ibn Mas’ud dengann sanad Dhaif yang dimaksud
dengan orang-orang syiddiq adalah orang-orang yang sangat tulus keimanannya
[10] Tirmidzi dan Ibn Majah dari Abu Hurairah, menurut Tirmidzi, hadits
ini hasan grarib
[11] Muslim dari Abu Hurairah
[12] Fathiyah Hasan Sulaiman, Al
Madzhab Al Tarbawi ‘inda Al Ghazali, (Kairo : Maktabah Misyriyah, 1964)
52-58
[13] Lih. Q.S Al-An’am:162 dan Al-Dzariyat:56
Tidak ada komentar:
Posting Komentar