Minggu, 20 Desember 2015

Pendidikan Islam di Masa Kini


PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pendidikan Islam di Masa Kini   Dengan mengharap selalu Ridho dan Lindungannya-NYA untuk menuntut ilmu_NYA yang tiada habisnya dan selalu berkembang mengikuti zaman, sehingga perkembangan manusia juga ikut sedemikian upanya sesuai bentuk ilmu yang dikuasainya dan diitelateninya.
          Dengan janji Allah pula yang dijelaskan dalam Q.S Al-Mujadilah 58 :11 yang firman-NYA akan mengangkat derajat manusia yang  beriman dan yang diberi ilmu pengetahuan. Artinya bahwa seiap orang yang beriman kepada-NYA dan menuntut ilmu maka demikian pula Allah akan mengangkat derajatnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya.
          Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna dengan porsi kesempurnaannya sebagai manusia, dan manusia juga telah diberika nafsu sehingga pada akhirnya manusia membutuhkan pasangan untuk memperbanyak keturunan yang insya Allah akan menambah pula orang-orang yang beriman kepada-NYA.
          Jauh sebelum kita maka ilmu telah dikenal dan dicari-cari serta dikembangkan oleh orang di dunia, maka pada saat itu pulalah dikenal yang namanya murid dan guru atau antara pendidik dengan anak didik serta di lingkungan pesantren kita kenal dengan santri dan kyai. Itulah kemudian yang sampai pada saat ini akan kita bahasakan dengan yang namanya peserta didik.
          Sampai pada zaman yang sekarang ini yang boleh dikatakan lebih modern dari dulu pendidikan bias kita nikmati di mana-mana selama kita sadar bahwa dalam perjalanan hidup seorang manusia adalah sebuah pendidikan yang utuh dan pada hakikatnya mengenal dengan penciptanya. Kini, lagi-lagi kita membahas masalah hubungan yang erat antara pendidik dan anak didik. Namun, sebelum itu kita kembali mereview terlebih dahulu antara idealnya dan realitasnya pendidikan di Indonesia.

          Pendidikan di Indonesia bisa dikatakan sudah hampir merata, artinya bahwa masih ada suatu daerah yang hingga saat ini belum bias merasakan yang namanya pendidikan (formal). Dan walaupun demikian, Indonesia masih ketinggalan jauh dari Negara-negara yang sudah maju dan berkembang lebih lambat dari Indonesia. Salah satu alasannya adalah Indonesia masih serakah dengan ilmu. Namun, tidak ada satupun yang mampu dikuasainya secara baik dan menyeluruh.
          Idealnya bahwa pendidikan saat ini sebenarnya sudah cukup ideal namun dalam realitasnya atau dalam pelaksanaannya masih kita temukan kesalahan-kesalahan dalam menjalankan dan mengolah system yang sudah ada sehingga kita makin hari makin jauh ketinggalan dengan Negara-negara lainnya.
          Dalam tataran realitas pendidikan kita masih membutuhkan banyak dukungan dari berbagai pihak yang terlibat di dalamnya, sehingga dalam pencapaian tujuan pendidikan tersebut bias terwujud secara maksimal.
          Namun demikian, yang kita akan bahas kali ini bukan pendidikan yang berarti kelembagaannya namun secara personalnya saja yang artinya bahwa ada yang kita garis bawahi di sini yaitu tenaga pendidik dan anak didiknya saja.

B.      Rumusan Masalah
1. Bagaimana kriteria pendidik dalam islam?
2. Pendidik dan anak didik sebenarnya “sama” atau "tidak"?
3. Mengapa harus ada pendidik?


PEMBAHASAN
A. Pengertian-Pengertian
1.  Pengertian pendidik
          Dari segi bahasa, Pendidik adalah orang yang mendidik.[1] Dalam bahasa Inggris ada beberapa pengertian pendidik, misalnya kata “teacher” yang artinya “guru” atau “pengajar” dan “tutor” yang berarti “guru pribadi” atau dalam arti lain “guru yang mengajar di rumah”.[2] Selanjutnya dalam bahasa Arab kita jumpai kata “ustadz”, “mudarris”,”mu’allim” dan “muaddib” kata “ustadz” jama;nya “asaatidz” yang berarti “teacher” atau “guru”, “professor” (gelar Akademik), jenjang di bidang intelektual.[3] Adapun kata “mudarris” yang berarti “pelatih” atau “instruktur” dan “lecturer” (dosen). Selanjutnya kata mu’allim yang berarti “trainer” atau “pemandu”. Serta kata “muaddib” yang berarti “educator” (pendidik) atau “teacher in qur’anic school” (guru dalam pendidikan Al’Qur’an).
          Semua kata di atas terhimpun dalam kata “pendidik” yang mana kata tersebut mengacu pada makna bahwa ada seseorang yang memberikan pengetahuan, ketrampilan, atau pengalaman kepada orang lain sehingga dinamakan sebagai pendidik. Kenapa kemudian terlalu banyak kata yang berarti pendidik? Artinya bahwa pendidik akan berubah namanya dalam kerja atau ruang gerak si pendidik. Misalnya ketika mengajar di sekolah maka disebut teacher, ketika diperguruan tinggi maka disebut lecturer, ketika mengajar pada tempat-tempat pelatihan kegiatan maka dinamakan sebagai trainer atau instruktur. Dan seterusnya ketika mengajar pada tempat-tempat atau lembaga-lembaga keagamaan disebut educator.
          Selanjutnya arti pendidik menurut teori barat, pendidik dalam islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta) maupun psikomotorik (karsa).[4]
          Atau dalam pendapat yang lainnya yang  menyebutkan bahwa pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap peserta didiknya dalam pengembangan jasmani dan rohani agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai Hamba dan Khalifah Allah SWT, serta mampu melakukan tugasnya sebagai makhluk social dan sebagai makhluk individu.[5]
          Dengan demiian bahwa pendidik yang paling utama adalah orang tua kita sendiri yang paling bertanggung jawab atas kemajuan perkembangan anak kandungnya, karena sukses tidaknya tergantung bagaimana orang yang mengasuhnya dia bagaimana orang tua mendidiknya, dengan artian bahwa kesuksesan anak berarti kesuksesan orang tua juga begitupun sebaliknya. Kewajiban orang tua terhadap anaknya dijelaskan dalam Al-Qur’an Al-Thamrin:6
Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”
          Dalam bahasa lain pula dijelaskan dalam pepatah bahwa “guru yang sukses adalah guru yang mampu menciptakan anak didiknya (muridnya) melebihi dari dirinya”. Dengan demikian kata “pendidik” secara fungsional menunjukkan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, ketrampilan, pendidikan, pengajaran, pengalaman kapan saja serta di mana saja pendidik bisa lakukan
          Adapun dalam arti istilah yang lazim digunakan dalam masyarkat adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didiknya, tanggung jawab tersebut disebabkan karena sekurang-kurangynya dua hal yaitu pertama,  karena kodrat, karena orang tua ditakdirkan untuk mendidik anak. Kedua, karena kepentingan kedua orang tua, artinya bahwa orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya, sukses anaknya maka suksesnya orang tua juga.
2. Pengertian peserta didik dalam islam
          Ada saja barangkali pola piker yang mengatakan bahwa peserta didik adalah anak didik seperti murid sekolah atau mahasiswa saja. Akan tetapi, yang dimaksud di sini adalah bukan anak didik karena peserta didik cakupannya lebih luas dan melibatkan bukan hanya anak-anak melainnkan semua orang mulai anak-anak sampai dewasa sekalipun. Sementara anak didik dikhususkan pada anak-anak atau sifatnya individu saja.
          Sama halnya dengan teori barat bahwa peserta didik adalah individu sedang berkembang baik secara fisik, psikologis, social, dan religious dalam mengarungi kehidupan.
          Meskipun dalam ilmu Tasawuf dijelaskan bahwa peserta didik biasanya dilekatkan pada kata “murid” yang berarti pencari hakikat di bawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual.
          Kembali dijelaskan bahwa peserta didik sebenarnya adalah murid serta guru di sebuah sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan.[6]

B. Keutamaan mendidik dan menjadi peserta didik dalam islam
1.  keutamaan mendidik
          Q.S Al-Taubah:122 menjelaskan Tidak seharusnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang), Bukankah sebaiknya ada di antara mereka dari setiap kelompok, beberapa orang pergi untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, supaya mereka itu senantiasa bersikap waspada”.[7]
          Dalam Q.S Al-Imran:187 juga dijelaskan Dan (ingatlah) ketika Allah SWT mengambil janji dari orang-orang yang diberi Alkitab, Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia dan jangan kamu menyembunyikannya”.[8]
          Rasul Allah juga bersabda Barangsiapa mempelajari satu bab ilmu untuk diajarkan kepada orang lain maka akan diberi pahala sebanyak 70 orang syiddiq”.[9]
          Dalam sabdanya yang lain dijelaskan Dunia ini terkutuk, terkutuk pula apa yang ada di dalamnya, kecuali dzikir kepada Allah, atau perbuatan yang menyamainya itu, atau seorang pengajar yang sedang belajar”[10]
          Lalu Apabila seorang manusia telah meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal. Pertama, ilmu yang terus-menerus dapat dimanfaatkan. Kedua, sedekah jariyah (manfaatnya yang dapat dirasakan orang lain secara terus menerus). Ketiga, seorang anak sholeh yang mendo’akan untuknya”[11]
          Beserta dalam sya’ir yang Ali R.A pula dijelaskan hakikat orang-orang yang berilmu dan menyampaikannya kepada orang lain Kebanggaan hanyalah layak bagi penyandang ilmu, merekalah pemberi petunjuk bagi siapa yang tidak mengerti, nilai setiap orang hanyalah sekedar ilmu yang dikuasainya, sedangkan orang-orang jahil memusuhi para ahli ilmu, maka rengkuhlah ilmu agar kau “hidup” selalu dengannya, manusia sesungguhnya pada hakekatnya adalah “orang-orang mati” sedangkan para ahli ilmu senantiasa “hidup” abadi”
2. Keutamaan menjadi peserta didik
          Sebagian dalil di atas telah menjelaskan keutamaan menjadi peserta didik atau dengan bahasa lain adalah menuntut ilmu, dalil-dalil di atas juga telah menjelskan betapa pentingnya menuntut ilmu lalu mengajrkan kembali kepada orang lain. Dalam sabda Rasul Allah juga mengatakan bahwa “tuntutlah ilmu sejak dalam kandungan ibu sampai ke liang lahad”. Sungguh tunttan yang sangat panjang dan tiada hentinya. Namun, kebaikan dan ganjaran bagi para pelakunya juga setimpal dengan apa yang dilakukannya itu.
          Maka terbuktilah sekarang ini bias kita lihat dengan jelas bahwa ada banyak manusia yang menuntut ilmu. Tanpa memandang usianya, apalagi statusnya. Mereka berlomba-lomba menimba ilmunya Allah yang maha kaya dengan ilmu dan selalu Pemurah dalam member ilmu_NYA kepada orang-orang yang mencarinya.
          Dalam pendidikan islam juga diperhatikan adanya tata karma atau biasanya disebut kode etik maka dalam tulisan ini juga diikutkan ada beberapa kode etik peserta didik.
3. Kode etik peserta didik
          Al-Ghazali yang dikutip oleh Fathiyah Hasan Sulaiman,[12] merumuskan ada sebelas kode etik peserta didik, di antaranya :
- Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah, sehingga dalam kehidupan sehari-hari peserta didik dituntut untuk menyucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela (takhalli) dan mengisi dengan akhlak yang terpuji (tahalli).[13]
- Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan dengan ukhrawi, artinya belajar tidak semata-mata untuk mendapatkan pekerjaan, tapi juga belajar ingin berjihad melawan kebodohan demi mencapai derajat kemanusiaan yang tinggi, baik di hadapan manusia maupun di hadapan Allah.
- Bersikap tawadlu (rendah hati) dengan cara menanggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidiknya. Artinya selain cerdas juga harus bijak dalam menggunakan kecerdasannya
- Menjaga pikiran pertentangan yang timbul dari berbagai aliran, sehingga terfokus dan dapat memperoleh satu kompetensi yang utuh dan mendalam dalam belajar
- Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji (mahmudah) baik untuk ukhrawi maupun untuk duniawi, serta meninggalkan ilmu-ilmu yang kurang baik (madzmumah).
- Belajar dengan bertahap atau berjenjang dengan memulai pelajaran yang mudah (konkret) menuju pelajaran yang sukar (abstrak)
- Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga peserta didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.
- Mengenal nilai-nilai ilmiah atas pengetahuan yang yang didaptnya, sehingga mendatangkan atau dalam memandang sebuah masalah selalu objektifitas.
- Memperioritaskan ilmu diniyah yang terkait dengan kewajiban sebagai makhluk Allah SWT, sebelum memasuki ilmu duniawi.
- Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu.
- Peserta didik harus tunduk pada nasihat pendidik sebagaimana tunduknya orang sakit pada dokter.
          Menurut Ibn Jama’ah yang dikutip oleh Abd Al-Amir Syams Al-Din, etka peserta didik terbagi atas tiga macam. Pertama, Terkait dengan diri sendiri. Meliputi, membersihkan hati, memperbaiki niat atau motivasi diri, memiliki cita-cita dan usaha yang kuat untuk sukses, zuhud (tidak materialis), dan penuh kesederhanaan. Kedua, terkait dengan pendidik. Meliputi, patuh dan tunduk secara utuh, memuliakan, dan menghormatinya, senantiasa melayani kebutuhan. Ketiga, terkait dengan pelajaran. Meliputi, berpegang teguh kepada para pendapat pendidik, senantiasa mempelajarinya tanpa henti, memparaktikkan apa yang dipelajari dan bertahap dalam menempuh suatu ilmu.

C. Peran pendidik
1.  Perannya dalam proses belajar mengajar
     a. Perannya sebagai demonstrator
          Melalui peranan ini, maka pendidik hendaknya senantiasa menguasai bahan yang akan disampaikan kepada orang lain untuk mengembangkan dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya. Namun, salah satu yang harus diperhatikan adalah bahwa seorang pendidik harus selalu merasa dirinya sebagai pelajar, sehingga dalam pencapainnya sebagai demonstarator bias tercapai dan hasilnya juga bisa maksimal.
     b. Perannya sebagai pengelola kelas
          Fungsinya adalah agar proses yang terjadi dalam kelas bisa terarah dan teratur dikarenakan ada yang memandu dan memimpin atau istilahnya instruktur tentang apa saja yang akan dilakukan di dalam kelas tersebut.
          Alasannya, jika lingkungan tempat kita mencari ilmu atau member ilmu sangat berpengaruh pada hasil yang akan kita capai. Misalnya, keadaan kelas, situasi kelas, keberadaan kelas, kebersihan kelas. Dll.
          Pendidik sebagai manajer adalah merupakan penanggung jawab terhadap pemeliharaan kelas tersebut agar senantiasa menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan atau membimbing proses-proses intelektual dan social di dalam kelas. Dengan demikian pendidik bukan hanya mengajarkan untuk terus belajar. Namun di samping itu juga mengajarkan untuk bekerja kepada anak didiknya.
     c. Perannya sebagai mediator dan fasilitator
          Pendidik sebagai mediator adalah berarti pendidik memiliki pengetahuan tentang media-media apa saja yang diperlukan dalam sebuah kelas misalnya. Karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.
          Dengan perannya ini maka pendidik sebagai perantara dalam hubungan antar manusia. Untuk itu pendidik harus terampil menggunakan pengetahuan tentang bagaimana orang berinteraksi dan berkomunikasi. Tujuannya agar terciptnya lingkungan yang interaktif.
          Pendidik adalah sebagai fasilitator, artinya bahwa pendidik tidak menjadi pemateri (nara sumber) saja. Namun, pendidik juga harus bisa menjadi sebagai fasilitator. Menjadi fasilitator cenderung memaksa dalam arti baik karena sebagai fasilitator harus bisa mempengaruhi orang lain untuk melakukan apa yang sudah di tunjukkan. Artinya bahwa fasilitator hanya menunjukkan jalan, cara-cara kepada anak didiknya. Setelah itu anak didik ini merasa punya kewajiban melakukan apa yang telah di sampaikan oleh fasilitator.
    d. Perannya secara psikologis
          Artinya adalah harus mampu memahami psikologi setiap anak didiknya. Tujuannya adalah menghindari kontroversi dalam memberikan atau menyampaikan sebuah pengetahuan kepada anak didiknya.
          Bahasa ini dipermantap oleh sebuah pepatah “perlakuan dia sebagaimana adanya dia”.


PENUTUP
A. Kesimpulan
          Mengajar, dan belajar itu senidiri merupakan sebuah proses belajar. Seorang mencari ilmu dengan cara belajar sama halnya orang yang memberi ilmu juga dinamakan belajar. Jadi, yang dimaksud di sini peserta didik adalah orang yang mencari pendidikan, meningkatkan pendidikan, dan memberi pendidikan.
          Artinya bahwa orang memberi pendidikan bukan berarti tahu semua akan pendidikan. Tapi, orang tidak tahu sama sekali belum tentu ia seorang peserta didik. Dua hal inilah yang menjadi landasan penulis sehingga tersusunlah Tulsan singkat ini dengan mengambil beberapa referensi buku.
          Semoga apa yang tertuang dalam tulisan ini dapat kita ambil manfaatnya, dan semoga apa yang kita ketahui dapat kita aktualisasikan bersama demi terwujudnya kemerdekaan individu dan kemerdekaan social.


DAFTAR PUSTAKA
          Mujib, Abdul dan Mudzakkir, Jusuf. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Kencana Prenada Media Group. 2008.
          Basuki dan Ulum, M.Miftahul. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Ponorogo. STAIN po Press. 2007.
          Saebani, Beni Ahmad dan Akhdiyat, Hendra. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung. Pustaka Setia. 2009
          Al-Qur’an


[1] Parwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta, Balai Pustaka, 1991), 250
[2] Jhon M Echols, & Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta, Gramedia, 1980), 560
[3] Hans Wehr, A. Dictionary of modern written Arabic (Beirut, 1974) 15.
[4] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 1992) h 74-75
[5] Suryosubrata B. Beberapa Aspe Dasar Kependidikan, (Jakarta, Bina Aksara, 1983) 26
[6] Penulis, 2012
[7] Yang dimaksud member peringatan adalah memberikan pengajaran dan bimbingan (mendidik)
[8] Menganjurkan untuk mengajarkan apa yang telah diberikan kepada mereka
[9] Abu Mansur Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus, dari  Ibn Mas’ud dengann sanad Dhaif yang dimaksud dengan orang-orang syiddiq adalah orang-orang yang sangat tulus keimanannya
[10] Tirmidzi dan Ibn Majah dari Abu Hurairah, menurut Tirmidzi, hadits ini hasan grarib
[11] Muslim dari Abu Hurairah
[12] Fathiyah Hasan Sulaiman, Al Madzhab Al Tarbawi ‘inda Al Ghazali, (Kairo : Maktabah Misyriyah, 1964) 52-58
[13] Lih. Q.S Al-An’am:162 dan Al-Dzariyat:56

Tidak ada komentar:

Posting Komentar