BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Persoalan
hak asasi manusia sesungguhnya merupakan persoalan seluruh umat manusia di
dunia. Hal ini karena setiap manusia dilahirkan beserta martabat kemanusiaan yang
dianugerahkan Tuhan kepadanya. Di dalam hak asasi manusia terkandung martabat
kemanusiaan, yaitu hah-hal yang harus dipenuhi agar harga diri dan nilai
kemanusiaan yang ada pada diri seseorang dapat terjaga. Menghargai dan
melindungi martabat kemanusiaan merupakan tugas bersama yang membutuhkan
partisipasi berbagai pihak. Mengingat banyaknya kejadian atau kasus penistaan
martabat kemanusiaan yang terjadi diberbagai tempat dalam berbagai masa, maka
penegakan hak asasi manusia sungguh menjadi kepentingan bersama yang patut di
kedepankan.
Munculnya
perjuangan hak asasi manusia sungguh merupakan akibat tidak langsung dari
penjajahan, perbudakan, ketidakadilan, dan kezaliman yang banyak terjadi dalam
sejarah umat manusia. Dari pengalaman sejarah, perjuangan hak asasi manusia
sebenarnya sudah dimulai sejak zaman nabi musa AS. Berbagai bentuk perjuangan
tersebut terentang dari perjuangan untuk merdeka dari penjajahan dan perbudakan
hingga perjuangan untuk mengembangkan nilai-nilai social pada masa modern.
Berbagai tindak kekerasan yang mangancam jiwa dan martabat manusia serta
kehendak untuk memajukan kehidupan dan peradaban manusia telah mendorong para
pejuang kemanusiaan untuk menyuarakan pentingnya penghormatan terhadap hak
asasi manusia.
Hingga
sekarang persoalan hak asasi manusia menjadi sorotan utama seiring dengan
berkembangnya gagasan demokrasi yang semakin mendunia. Persoalan ini tidak saja
menjadi sorotan masyarakat dan organisasi internasional seperti PBB atau Human
Rights Watch, tetapi juga pemerintah yang peduli terhadap tegaknya nilai-nilai
kemanusiaan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), maupun media massa. Dengan
demikian, kita harus menyadari bahwa masalah hak asasi manusia adalah masalah
bersama yang menuntut partisipasi aktif untuk menghargai dan melindungi demi
kelangsungan kehidupan yang beradab.
B.
Identifikasi masalah
Hak
asasi manusia adalah hak yang melekat dengan kemanusiaan kita sendiri, yang
tanpa hak itu kita mustahil hidup sebagai manusia. Oleh karena itu di dalam
makalah ini hal-hal yang akan kami bahas ialah:
1) Penjelasan
tentang HAM
2) Hambatan
dalam panegakan HAM di Indonesia
3) Ajaran
Islam tentang HAM
C.
Rumusan masalah
Persoalan
hak asasi manusia sangat meluas karena bukan hanya di Indonesia tetapi juga
dunia internasional, terlebih lagi
dalam era global ini banyak sekali persoalan-persoalan tentang Ham. Olek karena
itu dalam makalah ini kami membatasi masalah yang diangkat hanya berdasar pada;
1) Apakah
pengertian HAM?
2) Apakah
Hambatan dalam penegakan HAM di Indonesia?
3) Bagaimanakah
ajaran Islam tentang HAM?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian HAM
Hak
asasi manusia dalam pengertian umum adalah hak-hak dasar yang dimiliki setiap
pribadi manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Ini berarti
bahwa sebagai anugerah dari Tuhan kepada makhluknya, hak asasi tidak dapat
dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri. Hak asasi didak dapat
dicabut oleh suatu kekuasaan atau oleh sebab-sebab lainnya, karena jika hal itu
terjadi maka manusia kehilangan martabat yang sebenarnyamenjadi inti nilai
kemanusiaan.
Walaupun
demikian, bukan berarti bahwa perwujudan hak asasi manusia dapat dilaksanakan
sacara mutlak karena dapat melanggar hak asasi orang lain. Memperjuangkan hak
sendiri sembari mengabaikan hak orang lain merupakan tindakan yang tidak
manusiawi. Kita wajib menyadari bahwa hak-hak asasi kita selalu berbatasan
dengan hak-hak asasi orang lain, karena itulah ketaatan terhadap aturan menjadi
penting.
Dalam
berbagai dokumen ataupun pemikiran para tokoh, pengertian hak asasi manusia
mungkin berbeda-beda. Tetapi, hampir semua pengertian mengarah pada satu garis
besar bahwa hak asasi manusia merupakan hak yang melekat dalam diri manusia
yang tanpa hak tersebut manusia menjadi kehilangan inti keberadaan dirinya.
Beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para tokoh atau yang terdapat dalam
dokumen HAM dapat dikemukakan sebagai berikut.
a. John
Locke (Two Treaties on Civil Government)
Hak asasi
manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara kodrati melekat pada
setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat (bersifat mutlak). Karena manusia
sebagai makhluk social, hak-hak itu akan berhadapan dengan hak orang lain, oleh
sebab itu:
·
Hak asasi harus dikorbankan untuk
kepentingan masyarakat, sehingga lahir kewajiban.
·
Hak asasi semakin berkembang meliputi
berbagai bidang kebutuhan, antara lain hak dibidang politik, ekonomi, dan social budaya.
b. Koentjoro
poerbapranoto (1976)
Hak asasi adalah
hak yang bersifat asasi. Artinya, hak-hak yang dimiliki manusia menurut
kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga sifatnya suci.
c. UU
No. 39 Tahun 1999 (Tentang Hak Asasi Manusia)
Hak asasi
manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
B.
Perkembangan Pemikiran HAM
Sebagaimana
telah diuraikan sebelumnya, perkembangan pemikiran tentang hak asasi manusia
sesungguhnya bersifat dinamis. Berbagai peristiwa penistaan terhadap nilai
kemanusiaan yang terjadi pada masa sebelumnya menyadarkan manusia akan
pentingnya perlindungan terhadap hak asasi tersebut. Tahapan perkembangan hak
asasi manusia sebenarnya melalui perjalanan yang sangat panjang, hal ini dapat
kita cermati dari berbagai peristiwa maupun dokumen yang lahir sebagai salah
satu bentuk kesadaran akan pentingnya perlindungan terhadap HAM.
Perkembangan
pemikiran HAM dibagi dalam 4 generasi, yaitu:
a. Generasi
pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan
politik. Focus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan politik
disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya
keinginan negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib
hukum yang baru.
b. Generasi
kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak
sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua
menunjukan perluasan pengertian konsep dan cakupan HAM. Pada masa generasi
kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan
dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.
c. Generasi
ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM genarasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan
adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam
suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan.
Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM
generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan
terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama,
sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban, karena
banyak hak-hak rakyatlainya yang dilanggar.
d. Generasi
keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominan dalam proses
pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak
negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyant. Selain itu program
pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara
keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan kelompok elit.
C. HAM
dan Islam
Tidak
dapat disangkal bahwa konsep HAM yang tertuang dalam Deklarasi Universal adalah
produk sebuah masa yang tidak terlepas dari pengaruh latar belakang historis,
ideologis dan intelektual yang berkembang pasca perang dunia kedua. Oleh karena
itu konsep HAM tersebut adalah hasil ramuan budaya pasca masa pencerahan
secular barat yang tidak berpijak kepada prinsif agama.
Berbeda
dengan sudut pandang agama tentang keunggulan hak-hak masyarakat atas hak-hak
individu (dalam istilah Kristen ecclesia, perkumpulan orang-orang suci, atau
dalam bahasa Islam ummah, kesatuan organic manusia beriman), konsep ini lebih
mengunggulkan kehidupan individualistik yang didasari diatas pertimbangan
rasional belaka.
Ada
dua pendapat yang mengatakan bahwa konsep HAM sudah sejalan dengan
ajaran-ajaran agama, tetapi ada yang berpendapat lain bahwa konsep HAM
bersumber dari budaya barat sekular yang tidak mengindahkan nilai-nilai agama.
Dalam
perspektif Islam, syariat memberikan garis pemisah yang jelas antara huquq
Allah (hak-hak Allah) dan huquq al-ibad (hak-hak hamba Allah-manusia). Hak
Allah adalah fara’idh (kewajiban) yang dicanangkan pada tiap manusia untuk
dilaksanakan. Pelaksanaan kewajiban-kewajiban tersebut tidak lain adalah
pengakuan terhadap keesaan, kemahakuasaan dan keunikan-Nya dengan mengikuti
ketentuan-NYa.
Namun
terkadang hak-hak manusia dalam konteks pelaksanaan ketentuan Allah (syariat)
juga dianggap sebagai hak-hak Tuhan. Sebagai contoh adalah pelaksanaan zakat.
Institusi ini merupakan kewajiban dalam melaksanakan hak-hak Allah, tetapi ia
juga merupakan hak-hak manusia, yakni hak-hak orang miskin yang harus dipenuhi.
Dengan kata lain, hak-hak manusia dalam perspektif Islam adalah ketentuan moral
yang diatur Allah.
Selanjutnya
hak-hak manusia, bahwa wujud manusia sekalipun, adalah anugerah Tuhan dan
kepada-Nya kelak akan kembali. Berdasarkan ini hak-hak manusia dalam Islam
bersifat teosentris, yakni bertujuan untuk dan bersumber dari Tuhan. Sebaliknya
HAM menurut pandangan deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, lebih bersifat
antroposentris, yakni terfokus hanya kepada manusia sendiri.
Ham
dalam perpektif kedua menempatkan manusia dalam suatu setting dimana hubungan
dengan tuhan sama sekali tidak disebut. Hak-hak manusia dinilai sebagai
perolehan alamiah sejak kelahiran. Perbedaan persepsi tentang manusia, hak-hak,
berikut nasibnya merupakan salah satu sebeb utama yang memicu konflik antara
dunia barat sekular dan Islam.
Selanjutnya,
Islam menempatkan hak-hak manusia sebagai konsekwensi dari pelaksanaan
kewajiban terhadap Allah. Berbeda dengan Islam, HAM menurut pandangan barat
sekular adalah ekspresi kebebasan manusia yang terlepas dari ketentuan Tuhan,
agama, moral atau kewajiban metafisika. Dalam Islam,
ekspresi kebebasan manusia harus ditempatkan dalam kerangka keadilan, kasih
sayang, dan persamaan kedudukan di mata Tuhan.Al-Qur’an misalnya, sangat menaruh perhatian pada pemenuhan hak keadilan dan
tanggung jawab pelaksanaannya.
“Hai
orang-orang yang beriman,hendaklah kamu jadi orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan jangan sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada
Allah, sesunggunya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dalam
konteks “keadilan” al-Qur’an menggunakan dua istilah; adl dan Qist. Yang pertama
menunjukan kepada perilaku atau sikap yang berimbang antara dua ekstrem.
Sedangkan yang kedua Qist berarti sikap adil (tidak memihak) dalam menggunakan
kekuasaan. Persamaan kedudukan dihadapan Allah berarti bahwa tidak seorangpun
mendapat keunggulan dan superioritas berdasarkan harta, identitas etnik atau
status sosial. Keunggulan hanya ditentukan oleh iman dan amal kebaikan.
Suatu
jaminan bagi kebebasan manusia tercermin pula dalam ketetapan Tuhan bahwa tidak
seorangpun yang dapat membatasi kebebasan manusia kecuali Allah. (Q.S. 42:21).
Dalam semangat yang sama kita membaca firman-Nya yang berbunyi “keputusan hanya
ada ditangan-Nya”.
Bahkan
lebih jauh, nabi Muhammad SAW. Yang diutus oleh-Nya juga deperintahkan untuk
berkonsultasi dengan tidak memaksakan kehendaknya kepada pengikutnya.
“maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap merala.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonlah ampun bagi
mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu sudah membulatkan tekad, maka bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.
Kebebasan
nurani manusia juga sangat dihargai oleh Islam, karena pemasungan nurani
mencabut kemanusiaan seseorang. Namun kebebasan nurani tersebut disertai dangan
tanggung jawab.
“bahwa
manusia menjadi saksi atas dirinya sendiri,meskipun dia mengemukakan
alasan-alasannya”.
Oleh
karena itu dalam Islam tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).
Jelas
nilai-nilai Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang dicetuskan pada 1948
terkandung didalamnya nilai-nilai Islam. Namun bagi bangsa beragama, kita tetap
perlu memperhatikan nilai-nilai budaya kita dalam pelaksanaan hak-hak asasi
manusia di negeri kita sendiri.
D.
HAM di Indonesia
Telah
di uraikan secara singkat sebelumnya, bahwa persoalan hak asasi manusia di
Indonesia memiliki dinamika yang cukup menarik.
Pergantian
pemerintahan, perkembangan masa, dan perubahan pandangan masyarakat Indonesia mempengaruhi kebijakan dibidang yang sangat
penting ini. Tetapi, hal mendasar yang patut kita catat adalah bahwa para
pendiri negara Indonesia telah memiliki kesadaran yang tinggi terhadap
persoalan hak asasi manusia. Buktinya pernyataan anti penjajahan serta
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak warga negara telah tercantum dalam
UUD 1945.
Terlepas
dari kasadaran internal bangsa Indonesia, perkembangan opini internasional
terhadap masalah demokrasi dan hak asasi manusia juga berpengaruh terhadap
perkembangan penegakan HAM di Indonesia. Hal ini dapat kita lihat pada kasus
berdirinya Komisi Nasional Hak ASasi Manusia (Komnas HAM) pada 1993. Komisi ini
didirikan sebagai tindak lanjut Lokakarya tentang HAM yang diselenggarakan oleh
Departemen Luar Negeri RI dengan dukungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dorongan
eksternal juga dapat kita cermati dari sorotan-sorotan yang dilakukan oleh
negara-negara besar terhadap perkembangan hak asasi manusia di Indonesia.
Selain itu, terdapat pula lembaga-lembaga independen seperti Human Rights Watch
atau Amnesty Internasional yang secara berkala membuat penilaian terhadap
penegakan HAM diberbagai belahan dunia. Penilaian semacam itu sesungguhnya
bermakna positif bagi perkembangan penegakan HAM di Indonesia, karena
pelanggaran HAM yang dilaporkan oleh lembaga-lembaga tersebut akan memperoleh
sorotan dunia internasional.
Sebagaimana kita ketahui, hak asasi manusia bersifat
universal. Masalah ini menjadi segenap perhatian umat manusia, tanpa
memperdulikan darimana para korban atau pelaku pelanggaran HAM berasal. Dunia
internasional sendiri memiliki berbagai instrumen sanksi untuk para penjahat
kemanusiaan, dari sanksi ringan berupa pengucilan hingga sanksi pidana melalui
pengadilan internasional.
Di Indonesia sendiri, masa 1990-an
dapat disebut sebagai salah satu masa perkembangan kesadaran terhadap
pentingnya perlindungan hak asasi manusia. Setelah berdirinya Komnas HAM pada 7
juni 1993 yang difasilitasi oleh pemerintah, berbagai pelanggaran HAM kemudian
mendapat perhatian masyarakat. Walapun sempat diliputi oleh keraguan karena
komisi ini didirikan melalui sebuah Keppres yang dikeluarkan oleh pemerintah
otoriter soeharto, tetapi perlahan komisi ini tampak semajin mandiri dalam
menjalankan tugasnya.
Salah satu tujuan pembentukan Komnas
HAM adalah untuk meningkatkan perlindungan hak asasi manusia. Demi mewujudkan
tujuan tersebut, maka Komnas HAM melakukan rangkaian kegiatan tersebut.
a.
Menyebar luaskan wawasan nasional dan
internasional mengenai hak asasi manusia baik kepada masyarakat Indonesia
maupun masyarakat internasional.
b.
Memantau dan menyelidiki pelaksanaan hak
asasi manusia serta memberikan pendapat, pertimbangan, dan saran kepada badan
pemerintahan negara mengenai pelaksanaan hak asasi manusia.
c.
Mengadakan kerjasama regional dan
internasional dalam rangka memajukan dan melindungi hak asasi manusia.
Setelah
era reformasi, perhatian terhadap pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia
semakin terlihat nyata. Pada 13 November 1998, melalui rapat Paripurna Sidang
Istimewa MPR disahkan ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia.
Dalam
ketetapan tersebut MPR menugaskan kepada lembaga-lembaga negara dan seluruh
aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan
menyebarluaskan pemahaman tentang HAM. Selain itu, Presiden dan DPR juga
ditugaskan untuk segera meratifikasi berbagai instrumen internasional tentang
HAM.
Landaran
bagi penegakan HAM di Indonesia semakin kokoh setelah MPR melakukan amandemen
terhadap UUD 1945. Dalam amandemen UUD 1945 tersebut persoalan HAM mendapat
perhatian yang khusus debgab ditambahnya Bab XA tentang Hak Asasi Manusia yang
terdiri atas pasal 28A hingga 28J. Hal ini menunjukan keseriusan Indonesia
dalam menegakkan hak asasi manusia.
v Hambatan
dan tantangan dalam penegakan HAM di Indonesia
Ø Perkembangan
HAM di Indonesia
Masalah penegakan Hak Asasi Manusia
di Indonesia merupakan masalah yang kompleks dan mengalami dinamika yang cukup
beragam. Walaupun perlindungan terhadap hak asasi manusia telah tercantum dalam
undang-undang dasar 1945 yang menjadi kontitusi negara, namun bukan berarti
bahwa penegakan HAM telah selesai sampai disini. Perjalanan sejarah bangsa
menunjukan bahwa pelanggaran terhadap hak asasi manusia bukannya tidak ada.
Pemenjaraan tanpa pengadilan, penghilangan orang secara paksa, atau pembredelan
pers merupakan bentuk-bentuk kejahatan HAM yang pernah terjadi di negeri ini.
Harus diakui bahwa perkembangan arus keterbukaan politik dan demokrasi telah
mendorong adanya perbaikan upaya untuk melindungi hak asasi manusia. Selain
itu, patut juga dicatat bahwa iklim dunia internasional yang semakin gencar
menyuarakan pentingnya perlindungan terhadap HAM sabagai nilai yang universal
juga ikut mendukung adanya perbaikan tersebut.
Pasca
pemerintahan orde baru (era Reformasi), era ketika persoalan demokratisasi dan
hak asasi manusia menjadi topic utama, telah banyak lahir produk peraturan
perundangan tentang hak asasi manusia. Produk peraturan perundangan tersebut
antara lain sebagai berikut.
1) Keluarnya
ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
2) UU
No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,dll.
Ø Hambatan
Penegakan HAM
Tentang
berbagai hambatan dalam pelaksanaan dan penegakan hak asasi manusia di
Indonesia, secara umum dapat kita identifikasi sebagai berikut:
1) Faktor
kondisi social budaya
Adanya konflik
horizontal dikalangan masyarakat yang hanya disebabkan oleh hal-hal sepele.
2) Faktor
komunikasi dan informasi
Letak geografis Indonesia
yang luas dengan laut, sungai, hutan, dan gunung yang membatasi komunikasi
antardaerah.
3) Faktor
kebijakan pemerintah
Tidak semua
penguasa memiliki kebijakan yang sama tentang pentingnya jaminan hak asasi
manusia.
Dari
factor-faktor yang menjadi hambatan dalam penegakan hak asasi manusia tersebut
di atas, mari kita upayakan untuk sedikit demi sedikit dikurangi (eliminasi).
Demi mewujudkannya perlidungan hak asasi manusia yang baik, mulailah dari diri
sendiri untuk belajar menghormati hak-hak yang lain.
Kita
harus terus berupaya untuk menyuarakan tetap tegaknya hak asasi manusia, agar
harkat dan mertabat yang ada pada setiap manusia sebagai anugerah Tuhan Yang
Maha Esa tetap terpelihara dangan sebaik-baiknya.
·
Tantangan pengembangan HAM
Mengenai
tantangan dalam penegakan hak asasi manusia di Indonesia untuk masa-masa yang
akan datang, telah digagas oleh pemerintah Indonesia (Presiden Soeharto) pada
saat akan menyampaikan pidatonya di PBB dalam Konferensi Dunia ke-2 (Juni 1992)
dengan judul “ Deklarasi Indonesia tentang Hak Asasi Manusia” sebagai berikut.
Ø Tantangan
penegakan HAM
a. Prinsif
Universalitas,
b. Prinsif
Pembangunan Nasional
c. Prinsif
Kesatuan
d. Prinsif
Objektivitas atau Selektivitas
e. Prinsif
Keseimbangan
f. Prinsif
Kompetensi Nasional
g. Prinsif
Negara Hukum
Tantangan
lain bagi bangsa Indonesia khususnya adalah berkaitan dengan adanya
‘pelanggaran berat’ terhadap hak asasi manusia. Perihal pelanggaran berat yang
dimaksudkan, sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia, mencakup Kejahatan Genosida
dan Kejahatan Kemanusiaan.
1) Kejahatan
Genosida
Adalah setiap
perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan
seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnik, kelompok agama,
dengan cara:
-
Membunuh anggota kelompok,
-
Mengakibatkan penderitaan fisik atau
mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok, dll.
2) Kejahatan
terhadap Kemanusiaan
Adalah salah
satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau
sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan langsung terhadap
penduduk sipil, berupa:
-
Pembunuhan
-
Pemusnahan
-
Pembudakan, dll.
Pemeriksaan
perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat, dilakukan oleh majelis hakim
pengadilan HAM yang berjumlah lima orang terdiri atas dua orang hakim pada
pengadilan HAM yang bersangkutan dan tiga orang hakim ad hoc. Hakim ad hoc adalah
hakim yang diangkat dari luar hakim karier yang memenuhi persyaratan
professional, berdedikasi tinggi, menghayati cita-cita negara hukum dan negara
kesejahteraan yang berintikan keadilan, memahami dan menghormati hak asasi
manusia dan kewajiban dasar manusia.
E.
Analisis Masalah
Setelah
melalui uraian diatas dapat diketahui secara otomatis bahwa HAM di Indonesia
perlu diteliti dan dipelajari secara rinci sehingga tercipta masyarakat yang
benar-benar mengetahui jati dirinya.
Seperti
yang kita ketahui pada era sekarang ini manusia telah banyak mengalami
peningkatan dalam aspek psikologisnya, namun tidak kalah juga kesalahan yang
keluar dari perindividunya sehingga tidak optimal. Oleh karena itu perlu adanya
observasi diri atau intropeksi diri dan menganalisa diri akan jati dirinya
sehingga menjadi optimal.
Dari
penjelasan diatas dapat diketahui bahwa HAM di Indonesia masih sangat
memprihatinkan. HAM yang diseru-serukan sebagai Hak Asasi Manusia yang paling
mendasar hanya menjadi sebuah wacana dalam suatu teks dan pengamalannya tidak
ada. Banyak HAM yang secara terang-terangan dilanggar seolah hal tersebut
adalah suatu yang legal.
Sangat
minimnya penegakan HAM di Indonesia bisa disebabkan oleh beberapa factor,
antara lain:
1. Telah
terjadi krisis moral di Indonesia
2. Kurang
adanya penegakan hukum yang benar
3. Aparat
hukum yang berlaku sewenang-wenang, dll.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hak asasi manusia
dalam pengertian umum merupakan hak-hak dasar yang dimiliki setiap pribadi
manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Hak-hak dasar manusia
mencakup: hak hidup, hak
kemerdekaan/kebebasan, dan hak memiliki sesuatu.
Sejarah
perkembangan hak asasi manusia telah melalui tahapan yang sangat panjang.
Terutama dapat kita lihat sejak zaman nabi Ibrahim (2500 SM) sampai dengan abad
ke 20. Inti dari perjuangan hak asasi manusia dari tahun ketahun hamper sama,
yakni sekitar upaya manusia untuk melawan kelaliman penguasa dan memperjuangkan
harkat dan martabat kemanusiaan.
Beberapa
hambatan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam menegakkan hak asasi manusia
antara lain: factor kondisi social budaya, komunikasi dan informasi, kebijakan
pemerintah, perangkat perundangan dan penegakan hukum. Sedangkan tantangannya
antara lain: adanya prinsip universalitas, pembangunan nasional dan sebagainya.
Pelanggaran
terhadap hak asasi manusia internasional secara institusi telah dilakukan oleh
Komoso HAM PBB yang berkedudukan di Den Haag. Setiap negara yang melanggar hak
asasi manusia internasional akan memperoleh sanksi dari Mahkamah Internasional.
Proses peradilan
HAM Internasional biasanya didahului dengan adanya laporan baik dari negara
anggota PBB atau perseorangan. Hal ini akan dimuat dalam Yearbook on Human
Rights dan selanjutnya akan diproses lebih lanjut melalui Komisi HAM PBB.
B. Saran
Saran yang dapat kami berikan yaitu;
·
Manfaatkanlah makalah yang kami susun
ini untuk menambah wawasan anda para pembaca dan kembangkan kembali makalah ini
agar lebih berkembang.
·
Sebagai mahluk sosial kita bersama harus
mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM khususnya untuk diri kita sendiri.
Selain itu, kita harus dapat menghormati dan menjaga keutuhan HAM
bersama.jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM begitu pula dengan orang
lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiyanto, Kewarganegaraan
SMA Jilid I. Jakarta: Erlangga. 2004
H. Achmad Zubaidi, M.Si, DRS. Pendidikan Kewarganegaraan.Yogyakarta:
Paradigma. 2007
Kaelan. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta:
Paradigma, 2004
Yudana
Sumanang T.S., Dra. SH, Hak-Hak Azasi
Manusia, Jakarta: Pustaka Pengetahuan Umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar