Jauh
sebelum lahirnya gerakan emansipasi wanita di dunia pada abad modern ini, Islam
sejak lima belas abad yang silam telah memproklamirkan ke dunia internasional
tentang emansipasi tersebut. Itu berarti, Islam dengan tegas menghormati hak
asasi manusia (HAM) sejak mulai dia diturunkan Allah, sehingga wanita dan pria
diberi hak yang sama; baik dalam mendapatkan suatu pekerjaan, menikmati
kesenangan hidup dan sebagainya; maupun tanggung jawab di muka hukum; dan sebagainya.
Islam dalam menangani masalah kewanitaan
tampak sangat rasional dan proporsional mulai dari penciptaan dan penataannya, hingga
pemberian hak dan tanggung jawab (kewajiban). Semua itu dijelaskan di dalam
ajaran Islam secara gamblang dan mudah difahami, sehingga tak sukar untuk
diterapkan. Tapi sayang, masih banyak mereka yang tak mau mengikutinya seperti
masalah cara berpakaian dan sebagainya.
Al-Qur’an
maupun hadis telah menempatkan kaum wanita pada posisi yang mulia dan
terhormat.dengan demikian, wanita dalam Islam menduduki posisi strategis dan
ikut menentukan dalam upaya mencapai keberhasilan, baik untuk kehidupan duniawi
maupun ukhrawi.
Deberikannya
posisi yang begitu terhormat kepada kaum wanita merupakan antisipasi terhadap
sikap umat terdahulu yang memandang wanita sebagai makhluk rendah dan hina; dan
segaligus mengisyaratkan kepada kita bahwa tanpa wanita kehidupan tak mungkin
berkembang.
Berdasarkan
kondisi yang demikian, maka Islam memperlakukan kaum wanita sama dengan pria.
Dalam arti, bahwa wanita mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dengan
pria, meskipun bidang dan porsinya berbeda-beda.
Yang
dimasud dengan hak dan kewajiban wanita disini ialah milik atau kekuasaan dan
tugas yang harus dilaksanakan oleh wanita. Wanita yang dimaksudkan ialah
sebagai lawan jenis pria, bukan sebagai pejabat, karyawati, direktris,
pedagang, guru, dosen, petani, buruh, mahasisiwi, siswi dan sebagainya. Hal ini
perlu ditegaskan karena wanita yang menduduki jabatan atau profesi serupa itu,
tugas dan tanggung jawab yang sama antara wanita dan pria seperti itu tak perlu
lagi diuraikan. Tapi kewajiban sebagai wanita tanpa melihat jabatan atau
profesinya, perlu dijelaskan agar dapat diketahui perbedaan tugas dan tanggung
jawab antara wanita sebagai jenis perempuan dan pria sebagai jenis laki-laki.
Adapun beberapa hak tersebut ialah: hak waris, hak menjadi saksi, hak mendapat
sandang, pangan dan papan, menentukan jodoh, menentukan mas kawin, memeperoleh pendidikan,
mendapatkan pekerjaan dan mengemukakan pendapat.
Berkenaan
dengan pembagian hak waris, wanita mendapat seperdua bagian dari laki-laki
bukanlah karena Islam memandang sebelah mata wanita atau menganggap remeh
wanita. Pembagian waris dilihat berdasarkan status sosial seseorang, bukan
berdasarkan jenis kelamin seseorang. Sehingga terdapat perbedaan harta yang
diperoleh oleh seorang anak perempuan, seorang istri, seorang ibu, ataupun
seorang saudara kandung wanita. Adakalanya wanita mendapat setengah,
seperempat, seperenam ataupun sama rata dengan laki-laki.
Begitupun
dalam hal persaksian. Sering kali orang-orang menjadikan ayat tentang
persaksian (QS:Al-Baqoroh:282) sebagai tolak ukur bahwasanya wanita lebih
rendah dan lemah akal dibandingkan dengan laki-laki. Padahal, apabila
diperhatikan dengan seksama, ayat tersebut mengandung maksud yang berkaitan
dengan mu’amalah yang berujuan kepada kehati-hatian, dan bersifat kondisional.
Hal lain yang dapat menguatkan bahwa Islam tidak menganggap remeh wanita dalam
hal persaksian ialah dalam kasus li’an (saling mengutuk antara suami dan istri
karena salah satu kedapatan berzinah). Dalam hal ini persaksian wanita dan pria yakni suami dan
istri sama banyaknya yaitu empat kali bersumpah apabila tidak ada orang lain
selain dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar