A.
PENDAHULUAN
Pada
dasarnya politik, berkenaan dengan kehidupan politik, yaitu kehidupan yang
berkaitan dengan rakyat. Dalam kehidupan inilah diatur proses serta mekanisme
agar seluruh aspek kehidupan menjadi teratur. Untuk itu dibentuk
lembaga-lembaga yang membidangi urusan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Secara umum, lembaga-lembaga tersebut diandaikan mewakili sebuah organisasi besar yang bernama ‘negara’.
Selain
lembaga-lembaga negara, terdapat pula lembaga politik lain seperti partai
politik. Partai politik merupakan organisasi yang terdiri atas sekelompok orang
yang memiliki tujuan sama dan dibentuk untuk memperjuangkan tujuan melalui
kekuasaan politik. Jadi, partai politik terlibat dalam persaingan untuk
memegang kekuasaan politik.
Di
luar negara, terdapat kelompok masyarakat yang disebut sebagai civil society.
Civil society berasal dari frasa latin civilis societas yang mulanya digunakan
oleh Cicero (106-43 SM), seorang pujangga Roma. Istilah civil society awalnya
berarti ‘komunitas politik’, yaitu suatu masyarakat yang didasarkan pada hukum
dan hidup beradab; hal ini berbeda dengan bentuk masyarakat yang belum
terorganisasi dan belum teratur. Selanjutnya istilah ini berkembang terutama
melalui pemikiran John Locke (1632-1704) dan J.J. Rousseau (1712-1778).
Walaupun tidak sama persis, tetapi kurang lebih mereka mengartikan civil
society sebagai ‘masyarakat politik’ (political society). Dalam pengertian ini,
civil society dibedakan dari ‘keadaan alami’ ketika belum terbentuk negara.
Dalam kehidupan politik ini, masyarakat terstruktur dalam suatu negara
mendasarkan tata kehidupan mereka pada hukum. Selain itu telah ada pula
kehidupan ekonomi dalam bentuk pasar dan penggunaan mata uang, juga pemanfaatan
teknologi.
Selain
itu, jika kita kembali kemasa terdahulu yaitu masa Rasulullah akan dapat kita
ketahui bahwa masyarakat madani di Indonesia dapat diaplikasikan dengan
bercermin pada cara kuhidupan masyarakat madinah (masyarakat al-salaf al-shalih
dengan kontitusi piagam madinahnya) untuk membentuk negara bangsa yang
universal. Yang perlu kita persoalkan dengan pengertian istilah masyarakat
madani adalah masyarakat berperadaban sebagaimana yang dibangun Rasulullah saw
selama 10 tahun di madinah. Yakni masyarakat yang adil, terbuka dan demokratis,
dengan landasan taqwa kepada Allah dan taat pada ajaran-Nya. Taqwa kepada Allah
dalam arti semangat ketuhanan Yang Maha Esa, yang di dalam peristilahan kitab
suci juga disebut semangat rabbaniyyah (QS. Ali-Imran:79) dan ribbiyah (QS.
Ali-Imran:Ayat 146).
B.
PEMBAHASAN
MASYARAKAT MADANI MASA RASULULLAH DAN
MASA SEKARANG
1. Masyarakat Madani Masa Rasulullah
Sebagaimana kita ketahui masyarakat
madani (civil society) merupakan wujud masyarakat yang memiliki keteraturan
hidup dalam suasana perikehidupan yang mandiri, berkeadilan sosial, dan
sejahtera.
Perwujudan masyarakat madaniah
diawali ketika Rasulullah hijrah dari mekah menuju kota yatsrib (sekarang
madinah al munawwaraah). Saat itu Rasulullah berdakwah di mekah selalu mendapat
rintangan dari kaum kafir, kemudian Muhammad saw mendapat sambutan yang luar
biasa dari masyarakat setempat,sehingga memudahkan Muhammad untuk berdakwah dan
siap menyusun sendi-sendi masyarakat madani.
Kisah lain menerangkan, yatsrib atau
madinah untuk pertama kali lahir satu komunitas islam yang bebas dan merdeka
dibawah pimpinan Nabi. Dan terdiri dari para pengikut nabi yang datang dari
mekah (muhajirin) dan penduduk madinah yang talah memeluk islam, serta yang
telah mengundang nabi untuk hujrah ke madinah (Ansar). Tetapi umat islam pada
waktu itu bukan satu-satunya anggota komunitas masyarakat di madinah. Di
madinah juga terdapat komunitas-komunitas lain, yaitu orang-orang yahudi dan
sisa suku-suku arab yang belum mau menerima islam dan masih tetap memuja
berhala. Dengan kata lain, umat islam di madinah merupakan bagian dari
komunitas masyarakat majemuk. Tidak lama setelah nabi menetab di madinah,
beliau mempermaklumatkan satu piagam yang mengatur kehidupan dan hubungan
antara komunitas-komunitas yang merupakan komponen-komponen masyarakat yang
majemuk di madinah. Piagam tersebut lebih dikenal dengan piagam madinah.
Kemudian
yatsrib diubah menjadi sebuah kota setelah dilakukan perjanjian antara Muhammad
dan penduduknya dari berbagai golongan. Perjanjian itu dapat disebut suatu
social contrac oleh para orientalis. Dan dalam perjanjian tersebut terdapat
pasal-pasal yang menjadi hukum dasar sebuah negara, yakni negara kota yang
kemudian disebut madinah (al madinah al munawarah) atau (al madinah al Nabi),
artinya Kota Nan Bercahaya dan Kota Nabi.
Berdasarkan
piagam madinah dapat dijelaskan hakekat sebuah masyarakat madani. Dalam
komunitas yahudi serta sekutunya yang dipersatukan oleh nabi Muhammad dalam
satu ummat berdasarkan factor historis, mengandung tiga unsur. Pertama, mereka
hidup dalam wilayah tertentu yakni madinah sebagai tempat yang mengikat mereka
untuk hidup bersama dan bekerja sama. Kedua, mereka bersedia dipersatukan dalam
satu ummat merupakan aktualisasi dari kesadaran umum dan keinginan akan hidup
bersama untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan umum, yakni untuk mewujudkan
kerukunan masyarakat secara bersama-sama. Ketiga, mereka mengakui dan menerima
Nabi Muhammad saw sebagai pemimpin tertinggi atau pemegang otoritas politik
yang legal dalam kehidupan mereka. Otoritas ini dilengkapi dengan institusi
peraturan, yakni piagam madinah yang berlaku bagi individu dan tiap kelompok.
Dengan demikian penduduk madinah merupakan satu ummat dan masyarakat politik.
Dalam
perspektif ini, masyarakat madani merupakan masyarakat yang mengacu kepada
nilai-nilai kebajikan umum, yang disebut al khair. Cermin masyarakat madinah
itu adalah masyarakat yang didirikan diatas ketetapan hati para pendukungnya
untuk tetap bertahan dalam cara, jalan dan pesan Allah baik Qur’ani ataupun
Kauni sebagai perwujudan suatu kultur dan peradaban dan sehat dan berakar kokoh
dalam proses kesejahteraan, sekaligus yang berpenampilan kerahmatan di dalam
susunan dan tata kemasyarakatan.
Dengan demikian, masyarakat madani
merupakan sebuah masyarakat ideal.
2.
Masyarakat
Madani Masa Sekarang
Pada masa kini, istilah, civil
society digunakan uintuk membedakan suatu komunitas di luar negara atau di luar
lembaga politik. Yaitu suatu lembaga privat yang mandiri dari pemerintah dan
terdiri atas beberapa individu yang membentuk kelompok untuk mewujudkan
kepentingan mereka sendiri secara aktif.
Di Indonesia, istilah civil
society mulai popular pada era 1990-an. Pada masa ini berkembang keterbukaan
politik yang mengakibatkan mulai terbukanya juga pemikiran sosial dan politik
menuju demokrasi. Beberapa istilah diperkenalkan untuk menyebarluaskan gagasan
tentang civil society, diantaranya istilah-istilah yang banyak digunakan adalah
masyarakat sipil, masyarakat warga dan masyarakat madani. Walaupun
berbeda-beda, tetapi bentuk masyarakat yang dimaksudkan oleh beberapa pemikir
tersebut adalah sama: yaitu masyarakat yang menghargai keragaman (pluralisme),
kritis dan partisipatif dalam berbagai persoalan sosial, serta mandiri.
Bentuk masyarakat madani dapat
kita perhatikan pada kelompok-kelompok kecil dalam masyarakat. Organisasi
seperti organisasi kepemudaan, organisasi perempuan, atau organisasi profesi
adalah bentuk nyata masyarakat madani. Di Indonesia organisasi semacam itu
sering disebut dengan organisasi kemasyarakatan atau juga lembaga swadaya
masyarakat (LSM). Organisasi-organisasi tersebut memiliki diri sebagai berikut.
a.
Mandiri dalam hal pendanaan (tidak
bergantung pada negara).
b.
Swadaya dalam kegiatannya (memanfaatkan
berbagai sumber daya dilingkungan).
c.
Bersifat memberdayakan masyarakat dan
bergerak dibidang sosial.
d.
Tidak terlibat dalam persaingan politik
untuk merebut kekuasaan.
e.
Bersifat inklusif (melungkupi beragam
kelompok) dan menghargai keragaman.
Bentuk nyata
masyarakat madani secara sederhana sebenarnya telah ada dan berkembang dalam
masyarakat kita. Hal ini dapat kita lihat, misalnya pada perkembangan budaya
gotong royong diberbagai kalangan masyarakat. Budaya tersebut mendorong anggota
masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan bersama secara partisipatif. Hasil
dari kegiatan bersama tersebut juga diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat.
Secara tradisional, masyarakat juga memiliki mekanisme pengaturan sosial yang
mereka kembangkan secara turun temurun. Misalnya dalam menentukan nilai
bersama, norma, atau sanksi sosial yang diberlakukan dalam masyarakat.
Tentu hal ini
menunjukan bahwa masyarakat mampu mengembangkan mekanisme sosial secara mandiri,
tidak dengan campur tangan struktur negara. Kita juga dapat melihat bagaimana
masyarakat mengembangkan musyawarah dan toleransi dengan berdasarkan
nilai-nilai tradisional. Di dalam forum semacam itu, mereka mengembangkan
budaya kebebasan berpendapat dan menghormati perbedaan.
Masing-masing
masyarakat di Indonesia dengan perbedaan etnik dan adatnya memiliki mekanisme
sosial yang berbeda-beda, tetapi seluruh aktivitas tersebut dilakukan secara
mandiri dan mendorong partisipasi kebersamaan. Bentuk-bentuk masyarakat.mampu
menjalankan kebijakan secara efektif. Selain itu, demokrasi yang mantap
ditandai oleh masyarakat yang kuat. Artinya, masyarakat memiliki kemandirian
dalam menyelesaikan persoalan persoalan sosial. Msyarakat tersebut mampu
mengambul keputusan-keputusan yang rasional demi keadilan dan kesejahteraan,
termasuk kritis dan partisipatif menghadapi berbagai persoalan sosial.
Masyarakat yang demikian, secara sederhana dapat dinamakan sebagai masyarakat
madani (civil society).
Organisasi-organisasi
sosial berperan penting dalam membentuk masyarakat yang kuat, yaitu masyarakat
yang mandiri, memiliki pemahaman yang tinggi akan persoalan sosial, dan turut
aktif dalam berbagai aktivitas sosial. Untuk itu perlu dibentuk kesadaran
sosial yang tinggi dikalangan masyarakat agar mereka turut serta secara aktif
dalam berbagai aktivitas. Hal ini penting mengingat mobilisasi politik
(pengerahan massa) oleh pihak lain dengan imbalan tertentu juga dapat mendorong
partisipasi politik. Tetapi, partisipasi politik yang didorong oleh mobilisasi
biasanya lebih bersifat eksternal, sementara partisipasi yang didasari oleh
kesadaran politik menunjukan adanya kecerdasan publik. Dalam hal ini kesadaran
dan partisipasi akan membentuk masyarakat yang kuat dan mampu menentukan arah
yang hendak mereka tuju untuk mewujudkan kehidupan yang berkeadilan dan
sejahtera.
Di bawah ini
merupakan beberapa syarat guna menuju masyarakat madani setelah tumbuh dan
berkembangnya demokratisasi, yaitu :
a.
Kualitas sumberdaya manusia yang tinggi
yang tercermin antara lain dari kemampuan tenaga-tenaga profesionalnya untuk
memenuhi kebutuhan pembangunan serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b.
Memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan
pokok sendiri agar tidak menimbulkan kerawanan, terutama dibidang ekonomi.
c.
Semakin mantap mengandalkan
sumber-sumber pembiayaan dalam negeri.
d.
Secara umum telah memiliki kemampuan
ekonomi, system politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan yang dinamis,
tangguh serta berwawasan global.
C.
PENUTUP
Dari kajian-kajian tersebut
disimpulkan bahwa makna konsep masyarakat madani beserta prinsip-prinsipnya
dalam perspektif keindonesiaan. Hal ini telah diuraikan sebelumnya secara
mendalam rasanya ada kesinambungan masyarakat madani pada masa Rasulullah dan
pada mada sekarang.
Perspektif masyarakat madani di
Indonesia dapat dirumuskan secara sederhana yaitu membangun masyarakat yang
adil, terbuka, dan demokratis dengan landasan taqwa kepada Allah SWT, dalam
arti semangat ketuhana Yang Maha Esa,ditambah legalnya nilai-nilai hubungan
sosial yang luhur, seperti toleransi, demokrasi, HAM, dan pluralism yang
merupakan kelanjutan dari nilai-nilai keadaban. Sebab toleransi, demokrasi dan
pluralism juga yang lainnya adalah wujud ikatan keadaban.
Masalah pokok gagasan masyarakat
madani seperti ini hakekatnya adalah menuju kebudayaan baru dengan menemukan
suatu dasar kesatuan dunia dalam prinsif tauhid. Prinsif-prinsif itu adalah
Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Dalam rangka membangun masyarakat
madani di Indonesia merupakan sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar
lagi pelaksanaannya, hal ini mengingat prasarana sosial dan kultural untuk
membangun masyarakat madani menurut teladan Nabi lebih terbuka, bahkab
kesempatannya justru mungkun lebih besar pada saat sekarang ini.
Disisi lain kondisi ini bersamaan
dengan kemajuan perkembangan masyarakat kita yang sekarang ini cenderung kering
dari spiritual agama. Salah satu bentuk tantangannya adalah munculnya fenomena
budaya kekerasan dalam masayarakat saat ini. Dan salah satu jawaban alternatif
yaitu konsepsi masyarakat madani, disamping memiliki nilai teologis yang kuat
yakni taqwa kepata Tuhan Yang Maha Esa. Juga merupakan satu upaya pembangunan
yang melewati batas-batas kepentingan golongan dan pribadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar